Menangislah sepuasmu, tapi jangan pernah lagi menangis dengan alasan yang sama.
-Uknown
🍁🍁🍁
Matahari sudah menjalar menyoroti permukaan bumi, jam menunjukkan pukul 9:50. Peserta telah diarahkan untuk melalui games yang terdapat beberapa tantangan sebagai kegiatan terakhir mereka.
Tantangan pertama di dekat bendungan dan tantangan selanjutnya melewati hutan.
Peserta diatur sesuai barisan kelompoknya dan pembimbing ikut untuk memperhatikan kelompoknya.
Pemenang dinilai dari kekompakan dan kecerdasan kelompok.
Semua sudah berjalan sesuai urutan kelompok. Zelda merasa kelompoknya tidak lengkap, karena tidak ada Leo. Zelda jadi merindukan laki-laki itu.
Kelompok delapan telah berjalan, Beni menyuruh anggota kelompoknya mengikuti Anto sementara dia berjaga di belakang.
Davi memperhatikan kelompok Zelda yang sudah mendekati tempatnya berdiri. Tidak jauh dari tempat Ray berdiri.
Dia khawatir kalau asma Zelda kambuh, karena ada beberapa tantangan yang tidak cocok bagi kondisi Zelda.
Iris cokelatnya masih terfokus pada perempuan itu yang berlari pelan, mengikuti Anto untuk ke tantangan pertama.
Zelda tidak menyadari bahwa laki-laki itu terus memperhatikannya, bahkan ketika kelompoknya membentuk bundaran tak jauh dari tempat berdiri Ray, perempuan itu belum juga sadar.
Dia sangat menikmati kegiatan ini, karena Zelda merasa dunianya tidak hanya perih, dia mengenal hal-hal baru di sini, orang-orang baru, cerita-cerita baru dan pengalaman yang tidak akan pernah dia lupa.
"Ayo ayo, kekompakan yang utama." Kata Beni menyemangati mereka.
Beni memperhatikan kegiatan anggota kelompoknya yang sedang menyatukan kepingan-kepingan puzzle figur ilmuwan.
Davi tersenyum melihat bagaimana semangat Zelda menyatukan kepingan-kepingan puzzle itu. Bahkan, matahari yang sudah bergerak semakin ke barat menyinari bumi tak membuat perempuan itu merasa kepanasan.
Davi sadar Zelda butuh suasana baru, perempuan itu bosan berada pada dunia yang menurutnya tidak adil, melawan penyakit dengan berdiam diri di rumah, keluar pun hanya ke kampus atau diajak shopping.
Dalam waktu beberapa menit, mereka telah berhasil menyatukan kepingan-kepingan puzzle figur Aristoteles.
Zelda menyeka keringat di dahinya, mengembuskan napas lega, karena berhasil melewati pos pertama dan akan ke pos kedua.
"Sini sini." Mereka mendekati Ray. Ray menunjuk kotoran sapi yang berada di atas rumput.
"Tau ini apa?" tanya Ray datar. Ini waktunya games dan dia tidak boleh pilih kasih, semua harus melewati tantangan tersebut.
"Siap. Tau, Kak." Jawab semuanya serempak.
Ray manggut-manggut, tersenyum sinis seperti pemeran antagonis dalam sebuah film yang diharuskan agar dia mendalami peran itu.
"Colek tahi ini dan usap di muka kalian. Cepat!" semua anggota kelompok terkejut mendengar penuturan Ray, tapi mendengar sentakan Ray lagi membuat mereka tak ada pilihan lain, selain melakukan perintah senior.
Mereka mencolek kotoran sapi itu dengan tiga jari dan mengoleskannya di pipi kanan. Ada yang hampir muntah, sebab bau kotoran itu yang sangat menyengat, karena masih basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate (Completed)
Teen FictionSequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka meski sebenarnya suka. Itulah yang Zelda lakukan, Zelda menyukai Davi, tapi yang dia tahu Davi menyukai Rani dan yang tidak dia tahu Davi menyuk...