Fate-30

4.8K 263 8
                                    

Dalam dekap hangat kau kedinginan
Dalam sepi kau merintih perih.
-Uknown

🍁🍁🍁

Rara memandang Leo yang sedang duduk di gazebo dekat kantin. Sedang perempuan itu bersandar pada pilar dekat kantin. Dia hanya bisa memandangi Leo dari jarak yang cukup jauh.

Leo menunduk lesuh, seharusnya dia sudah pulang, karena hari ini hanya satu mata kuliah dan telah selesai dari dua jam yang lalu. Tapi, dia hanya ingin menghirup ketenangan. Menjauh dari rumahnya.

Rara menarik napas dalam, kemudian mengembuskannya pelan. Dengan langkah lambat, dia menghampiri Leo. Leo butuh teman, Leo butuh sandaran. Rara siap walau hanya dijadikan tempat Leo mencurahkan lukanya.

"Nggak baik ngelamun mulu." Katanya setelah mendudukkan bokongnya di kursi bundar yang terbuat dari semen.

Leo hanya meliriknya, kembali menunduk lesuh. "Gue capek, Ra. Kadang gue mikir untuk nyerah aja, bahkan gue pernah mikir untuk bunuh diri."

Rara menghela napas. Dia tidak tahu apa permasalahan yang harus Leo hadapi, tapi dia bisa merasakan gurat putus asa di iris hitam lelaki itu.

"Kalau lo sampe mikir gitu, berarti lo nggak percaya sama Tuhan. Tuhan ngasih hambanya cobaan nggak pernah di luar batas kemampuan hambanya." Rara mendesah kecewa atas keputusasaan Leo. "Seharusnya lo lebih berserah diri sama Tuhan, gue yakin kalau lo tulus berdoa, dia pasti kabulin permintaan lo."

Leo sekilas melirik Rara. "Lo nggak pernah rasain berada di posisi gue. Lo nggak pernah rasain gimana sakitnya lo saat ngelihat orang yang lo sayang hancur. Lo juga nggak pernah rasain gimana beratnya ngerelain orang yang lo suka untuk orang lain." Leo memejamkan matanya, ada emosi yang ingin dia ungkapkan. Dia kemudian membuka matanya perlahan, lalu menatap atap gazebo.

Rara membuang pandangannya ke arah lain. Dia tidak sanggup jika melihat raut putus asa lelaki yang dia sayangi.

"Gue pernah rasain apa yang lo rasain. Bahkan, sampai saat ini gue selalu ngerasa berat pas akan relain orang yang gue sayang. Gue selalu mencoba ada buat dia, meski dia nganggap gue hanya untuk tempat berbagi lukanya. Sakit, Yo." Rara menghela napas, menahan bulir bening yang menggumpal di pelupuk matanya. "Tapi, kemudian gue sadar kalau itu demi kebahagiannya, nggak apa-apa biar gue selalu ngerasain sakit."

Leo bungkam, bibirnya terkunci rapat, jantungnya berdetak cepat. Ada yang menyentil hatinya ketika Rara mengungkapkan apa yang dia rasakan. Kepekaan Leo sangat tinggi.

Hening menyusup beberapa detik, sebelum Rara kembali membuka suara, "Lo sering dengar kan kata 'setelah gelap akan terbit terang'? Gue selalu percaya kata itu. Sampai sekarang, walau udah berulang kali gue terluka saat lihat orang yang gue sayang terluka karena orang yang dia sayang, gue tetap yakin suatu hari nanti akan ada keterangan yang mempersatukan gue dengan dia." Rara menarik napas, membuangnya keras.

"Siapa yang lo maksud?" tanya Leo, tidak sedikit pun mengalihkan pandangannya dari Rara.

"Cowok yang gue suka, sayangnya dia suka cewek lain." Rara tersenyum tipis, tapi Leo tahu di balik senyum itu ada luka yang berusaha Rara tutupi.

"Bukan gue, kan?"

"Bukan. Gue nggak suka cowok yang mudah putus asa."

Leo manggut-manggut meski sebenarnya ada yang mengganjal di sudut hatinya.

Gue nggak suka cowok yang mudah putus asa.

Mengapa dia selalu memikirkan perkataan Rara? Dan ... mengapa dia merasa lelaki yang dimaksud Rara adalah dia?

The Fate (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang