Seperti ingin menghilang sejenak
Melupakan resah yang membenam pada luka di rongga dada.-Uknown
🍁🍁🍁
Pagi ini ketika matahari masih menyisakan sedikit embun pada daun-daun yang belum ia soroti cahaya, Leo berlari mendekati Rara. Perempuan itu berhenti dan berbalik saat mendengar namanya dipanggil. Dia tersenyum pada Leo masih berpijak di anak tangga menuju lantai dua."Ra, lo nggak liat Zelda?" tanya Leo saat tiba di hadapan Rara, sambil mengatur napasnya.
Rara tersenyum tipis. "Belum datang mungkin, tunggu aja beberapa menit." Jawabnya akan berlalu dari hadapan Leo.
Tetapi, Leo menahan pergelangan tangannya. "Bareng gue aja, ayo." Ucapnya.
Rara tersenyum lebar. Dia melepaskan tangannya dari genggaman Leo, kemudian berjalan beriringan dengan lelaki yang dia cintai di sisinya.
"RARA ... LEO." Teriakan melengking itu membuat keduanya yang sudah sampai di anak ujung tangga menoleh.
Mereka terkejut, mata Leo melotot, mulutnya sedikit terbuka. Sedang perempuan yang tadi berteriak menyengir menunjukkan gigi putihnya yang berbaris rapi.
Zelda--perempuan yang memanggil mereka--merentangkan tangannya sambil berjalan mendekati Leo dan Rara. "Gue kangen."
Leo tertawa, kemudian merangkulkan tangannya di bahu Zelda. "Lo kok jadi nggak waras kayak gini, udah berani teriak-teriakan lagi."
Zelda hanya menanggapi cibiran Leo dengan cengiran, sambil menurunkan rentangan tangannya.
Kedua insan itu berjalan melewati Rara, seolah dia tidak berdiri memandangi mereka, seolah kehadiran Rara hanya rumput yang bergoyang ketika angin berembus.
Rara mendesah kecewa, dia seharusnya sadar dia hanya terlihat ketika sang pemeran utama tidak ada. Saat sang pemeran utama telah hadir, dia akan dilupakan begitu saja.
Seperti sahabat yang mengaku sebagai saahabat sejati, namun melupa ketika ada sahabat baru.
Miris.
Naif.
Licik.
Rara tidak menyalahkan Zelda di sini, dia hanya merasa Zelda menjadi perempuan paling beruntung. Dicintai, diharapkan, dinanti, namun dia tidak mau menetapkan satu pilihan. Zelda seperti senang menikmati perannya, tanpa sadar menyakiti tiga lelaki yang mengaku cinta padanya.
"Bego, Ra, lo seharusnya mikir lo nggak akan pernah terlihat ada." Gerutu perempuan itu, sedikit menghentakkan kaki, lalu berjalan ke arah yang sama dengan Leo dan Zelda, yang punggungnya saja sudah tidak terlihat.
Saat akan memasuki ruang B2 yang sudah dihuni oleh beberapa orang, seseorang memanggil namanya.
Dia menengok sedikit ke belakang. "Ad apa, Kak?" tanyanya pada Ray.
Lelaki itu tersenyum tipis, kemudian berjalan mendekatinya.
Rara memperhatikan Ray, pakaian casual selalu menjadi ciri khas lelaki itu. Baju kaos biru berkerah, jeans hitam dan sneakers hitam sebagai pelengkapnya. Rambut hitamnya disisir rapi, .
Bukan itu yang menarik perhatian Rara, tapi kotak kecil warna biru muda yang digenggaman Ray.
"Zelda ada di dalam?" tanya Ray membuyarkan lamunan Rara.
Dengan kaku perempuan itu mengangguk. Kenapa Zelda lagi, sih? Jujur Rara iri pada Zelda, apa yang perempuan itu inginkan bisa dia dapatkan. Leo, Davi, dan sekarang Ray. Kurang beruntung apa lagi Zelda?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fate (Completed)
Teen FictionSequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka meski sebenarnya suka. Itulah yang Zelda lakukan, Zelda menyukai Davi, tapi yang dia tahu Davi menyukai Rani dan yang tidak dia tahu Davi menyuk...