Cana segera mengeluarkan sepeda dan berangkat ke sekolah setelah berpamitan dengan Ibunya. Dia pun mengayuh sepedanya dengan santai. Angin pagi yang sejuk menerpa wajah manisnya dan meniup rambutnya yang indah.
Tidak berapa lama Cana mengayuh sepedanya, dia melihat sesosok cowok tengah keluar dari halaman sebuah rumah sambil menuntun sepeda berwarna silvernya. Dia adalah Albi. Cowok yang dikaguminya sejak kecil, yang sekarang selalu duduk di hadapannya saat di perpustakaan.
Rumah Cana dan Albi memang tidak berdekatan, bisa di bilang berbeda desa. Namun mereka sering bertemu saat akan berangkat sekolah dan saat berada di sekolahan. Albi itu kakak kelas Cana, dan saat kecil dia terkenal anak yang paling bandel dan paling jahil di sekolahnya. Namun dibalik itu dia juga sangat baik, salah satunya dengan Cana. Dan itu membuat mereka menjadi lebih dekat. Meskipun terkenal bandel, tetapi Albi itu banyak yang menyukai, sehingga diapun juga memiliki banyak teman.
Terkadang, saat Cana pulang sekolah saat SD dulu, Albi membarenginya karena mereka pulang searah. Dan tanpa sadar mereka menjadi semakin akrab. Cana juga sangat menyukai Albi karena cowok itu sangat aktif dan saat berbicara sangat ceplas-ceplos.
Tapi, semenjak Albi masuk ke SMP, mereka jarang bertemu lagi, bahkan bisa dibilang mereka memang tidak pernah bertemu. Dan akhirnya Cana baru tahu kalau Albi pindah sementara ke tempat keluarga Ibunya karena sedang mengurus neneknya yang sedang sakit. Dan setelah 3 tahun kepergiannya, Albi kembali lagi dan bersekolah di SMA yang sama dengan Cana sekarang.
Melihat Albi yang baru saja keluar dari halaman rumahnya, Cana dengan refleks langsung sedikit memelankan sepedanya. Dia canggung harus bersikap bagaimana saat berpapasan nanti karena kemarin sudah ketahuan menatapnya, ditambah Cana memang gadis yang sedikit pemalu.
Sadar sedang ada yang memperhatikan, Albi segera menoleh ke arah Cana yang sekarang tengah menatapnya sambil mengayuh sepedanya pelan-pelan. Cana segera kembali mengayuh sepedanya sedikit lebih cepat, berharap segera menjauh dari Albi sebelum dia ketahuan lagi.
"Pa, pagi kak," sapa Cana sedikit canggung dan berusaha tetap ramah sambil melewati Albi.
Albi hanya menatap Cana yang melewatinya. Tapi sesaat kemudian Albi segera mengayuh sepedanya. Dia mengikuti Cana dari belakang dan menatap gadis di depannya.
'Aaah, bodohnya aku. Dia pasti masih marah karena ku tatap kemarin. Aku bahkan tidak meminta maaf padanya duluan dan malah pergi,' keluh Cana sambil menghembuskan nafasnya, lalu memukul kepalanya pelan. 'Dia bahkan tidak membalas sapaanku.'
Cana dan Albi, saat SD sering bertemu bahkan sering pulang bersama karena rumah mereka yang satu arah. Tapi entah kenapa setelah 3 tahun berpisah, mereka tiba-tiba canggung satu sama lain saat pertama kali bertemu. Dan begitulah, mereka hanya saling sapa sekedarnya. Cana tidak pernah mengetahui bagaimana kehidupan Albi setelah dia lulus SD dan pindah ke rumah neneknya. Cana sangat penasaran, bagaimana cowok itu bisa berubah sangat drastis dalam waktu 3 tahun. Dia dulu yang bandel setengah mati dan paling benci saat di suruh membaca buku di depan kelas, sekarang justru menjadi cowok tenang yang suka membaca di perpustakaan.
Dulu, ketika SD, Albi lah yang melewati rumah Cana. Tapi di sekolah SMA kini, Cana lah yang melewati rumah Albi. Dan saat Cana melewati rumah Albi, entah kenapa selalu bertepatan cowok itu sedang mau berangkat mengeluarkan sepedanya juga.
Albi masih bersepeda di belakang Cana, menatap gadis di depannya yang sepertinya sedang berperang dengan pikirannya. Tanpa sadar, senyumnya mengembang melihat setiap tingkah Cana. Dia tahu bahwa Cana pasti merasa bersalah karena ketahuan menatapnya kemarin dan mengetahui bahwa dirinya tidak menjawab sapaan Cana tadi. Sebenarnya, Albi memang sengaja melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Teen FictionDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...