Cana berhasil menyelesaikan ceritanya dan sudah mengirimnya. Dia hanya tinggal menunggu hasil seleksinya sekitar 2 minggu lagi. Jadi dia bisa fokus ke ujiannya minggu depan.
"Zia," panggil Cana riang.
"Cieee, yang sudah nyelesaiin ceritanya," goda Zia.
"Iya nih, do'ain menang ya," harap Cana.
"Pasti dong, semangat!" ujar Zia. "Oh ya, ngomong-ngomong gimana kamu sama Kak Albi? Kalian masih marahan?" tanya Zia cemas.
Cana hanya menggeleng sedih. Zia langsung menepu-nepuk bahu Cana.
"Udah, sekarang fokus dulu ke ujian. Jangan sampai nilaimu jatuh gara-gara masalah sama para cowok-cowok itu. Ingat orang tua sudah susah payah sekolahin kita kamu malah sibuk mikirin cowok," ingat Zia.
Cana langsung tersenyum dan mengangguk.
***
Hari ini sabtu, besok senin Cana sudah mulai ujian. Ada banyak waktu luang menjelang ujian.
Hubungan Cana dan Pavo semakin membaik, tapi tidak dengan Albi. Hubungannya sampai saat ini masih renggang. Saat berpapasan pun mereka masih saling diam. Albi juga masih bersama dengan Auri dan jujur saja itu membuat Pavo kesal. Bukan kesal karena Auri bersama Albi, tapi kesal karena Albi tidak mendengarkan apa yang dikatakannya dulu.
Cana berjalan melewati lorong kelas.
DUK!
Bahunya tanpa sengaja menabrak seseorang karena dia berjalan setengah menunduk.
"Maaf," ucap Cana sambil mendongak dan langsung terdiam mematung saat mengetahui yang menabraknya adalah Albi, di sampingnya juga ada Auri.
"Makanya kalau jalan tuh lihat-lihat dong," kesal Auri. "Ayo Kak," ajak Auri.
Albi segera berjalan kembali bahkan sebelum dia mengatakan sepatah katapun pada Cana.
"Ih, cewek itu apa-apaan sih. Baru jadi pacarnya aja sok banget," kesal cewek-cewek kelas 2 yang juga sekelas dengan Albi.
Cana hanya menghela nafas sesaat sambil menggelengkan kepalanya.
"Tidak boleh! Tidak boleh galau gara-gara cowok! Ingat Ayah dan Ibu! Harus fokus ke sekolah!" batin Cana menguatkan diri.
"KENARI!" panggil Pavo dari kejauhan sambil tersenyum riang.
"Haaah, kenapa dia malah datang sambil teriak-teriak sih?" rutuk Cana karena anak kelas dua tengah berbisik melihat Pavo yang biasanya menyeramkan sekarang justru terlihat tersenyum riang menghampiri Cana. "Berhenti memanggilku dengan panggilan itu!" kesal Cana lalu segera berjalan menjauh pergi dari tempat ramai agar terhindar lebih banyak anak yang akan menggosipkannya.
"Kenari!" panggil Pavo ulang dan berjalan membarenginya setelah berhasil menyusul langkah cepat Cana.
"Apa sih?! Jangan tiba-tiba datang sambil teriak-teriak begitu dong! Malu tahu!" kesal Cana dan Pavo hanya tertawa. "Ada apa sih? Hari ini Kak Pavo senang sekali."
"Hei dengar, kamu ingat aku pernah bercerita kalau hubungan Ayah dan Ibuku tidak baik?" ujar Pavo. "Kemarin Ibu kembali ke rumah bersama Kakak. Haaah, rasanya melegakan akhirnya keluarga kami kembali seperti dulu. Walaupun tentu masih sedikit canggung," ujar Pavo tersenyum.
Cana menoleh ke arah Pavo yang sekarang tengah tersenyum lembut. Senyum tulus yang jarang di lihat Cana. Sisi lain Pavo yang pernah dikuburnya.
"Syukurlah," ucap Cana ikut senang. "Kak Pavo tidak lupa kan minggu depan sudah ujian?" ingat Cana.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Подростковая литератураDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...