Albi menggeliat pelan di balik selimut. Dia melirik jam dinding di kamarnya. Tadi pagi sebenarnya dia sudah bangun jam tiga, dan jam empat kembali tidur.
"Jam lima," gumam Albi sambil menarik selimutnya lagi karena udara dingin yang menusuk di kulitnya. Dia malas bangun, apalagi hari ini minggu.
"Kak, buruan bangun! Udah jam lima!" teriak Alya dari depan kamar Albi sambil lewat menuju dapur.
Albi tidak menyahut dan semakin merapatkan selimutnya. Namun dia sudah tidak bisa tidur lagi. Dia memikirkan suatu hal yang tiba-tiba kembali terlintas di pikirannya.
Beberapa hari sejak cerita Cana dihadang oleh ketiga orang cowok, mereka sudah tidak pernah muncul lagi. Sejujurnya, Albi sudah tahu tentang mereka. Itulah kenapa selama beberapa hari dia selalu memilih pulang lewat pintu gerbang belakang, bukan lewat depan untuk meghindari pertemuan dengan mereka.
Usahanya berhasil, dia tidak bertemu dengan mereka. Tapi ketika mendengar Cana dihadang oleh mereka, itu membuat Albi menjadi dilema antara menghindar atau menemui mereka.
Akhirnya hari itu Albi memutuskan untuk menemani Cana pulang dengan alasan membonceng Reno.
Beruntung dia tidak melihat Erga dan teman-temannya datang. Hingga beberapa haripun Erga sudah tidak datang lagi.
Itu membuat Albi tenang?
Seharusnya begitu. Tapi pada kenyataannya itu justru membuat Albi semakin gelisah. Apa yang sedang direncanakan Erga sampai dia tidak muncul lagi? Itu membuat Albi semakin was-was jika Erga datang dengan tiba-tiba. Dia tidak ingin masa sekolahnya hancur lagi.
"AAARRRRGGGHHH!!!" teriak Albi sambil terbangun duduk dengan kesal.
Sedetik kemudian Albi langsung terdiam setengah terkejut mendapati Ibunya tengah berdiri sambil membawa segayung air di tangannya.
"Bu-Bunda?" panggil Albi sambil nyengir.
"Jam berapa sekarang?" tanya Bu Lina.
"Ja-jam enam Bun," sahut Albi setelah melirik jam dindingnya.
"Kamu mau bangun sendiri, Bunda guyur dulu pakai air atau panggilin Ayah biar dihukum lari halaman 10 kali?!" ancam Bu Lina.
"I-iya Bun, ini udah mau bangun," ujar Albi setengah takut melihat Ibunya marah.
"Bangun cepetan. Itu tempat tidur dirapihin. Anak cowok kok bangunnya siang-siang. Rejekinya keburu dipatuk ayam baru tahu rasa. Ayam aja udah bangun daritadi kok," gerutu Bu Lina yang sebenarnya sudah membangunkan Albi sedari tadi, namun tidak bangun-bangun juga. Beliau lalu segera keluar dari kamar Albi.
Albi hanya menghela nafas dengan malas lalu segera merapikan tempat tidurnya. Memang sejak dari kecil Albi sudah dibiasakan bangun pagi. Jam setengah enam itu sudah jam paling siang untuk bangun.
Ibunya mungkin masih bisa memaafkan jika Albi bangun kesiangan, tapi tidak dengan Ayahnya. Ayahnya akan langsung menghukumnya dengan lari keliling halaman jika bangun kesiangan. Kecuali jika malamnya mereka nonton bola bersama sampai larut seperti tadi malam, Ayahnya akan memaafkannya bangun lebih dari jam setengah enam, tapi tidak dengan lebih dari jam enam.
Albi segera keluar dari kamarnya.
"Emang enak dimarahin Bunda, makanya bangun jangan siang-siang," ledek Alya.
Albi langsung menggeram hampir menjitak kepala Alya, tapi adiknya lebih cepat menghindar dan langsung berlari ke arah dapur sambil tertawa.
"Dapat pesan dari Ayah. Suruh bantuin motong daun di halaman," ucap Alya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Teen FictionDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...