Part 17. Jika Aku...

488 27 0
                                    

Sebuah tangan tiba-tiba langsung menarik bahu Albi saat cowok itu bersiap memanjat gerbang belakang sekolahnya yang sangat tinggi, dan tidak berapa lama kepalan tangan pun melayang ke arah wajahnya. Itu tangan Pavo.

BUG!

Suasana tampak hening sesaat. Tidak berapa lama kemudian Pavo langsung terjatuh dengan memegangi perutnya.

Ruki dan Beni tampak masih terbengong mencerna kejadian di depannya. Pavo yang akan memukul, tetapi malah Pavo sendiri yang kesakitan. Arah mata mereka langsung tertuju ke tangan kanan Albi yang masih mengepal. Mereka akhirnya menyadari bahwa Albi baru saja memukul perut Pavo. Hanya saja mengherankan seorang Pavo langsung terjatuh begitu saja dalam sekali pukul.

"Apa yang baru saja kamu lakukan!" geram Beni lalu segera menghampiri Pavo bersama Ruki yang kemudian membantu Pavo berdiri. Tapi Pavo langsung menepis tangan Ruki.

"Aku bisa berdiri sendiri," kesal Pavo dan segera berdiri dengan setengah kesal. "WOI! Itu tangkap si Albi!" teriak Pavo panik menyadari Albi sudah berada di atas gerbang.

Ruki dan Beni yang menyadari langsung berlari berusaha meraih kaki Albi, tapi cowok itu lebih cepat dan sekarang sudah duduk di atas sambil tersenyum bersiap untuk melompat ke arah luar gerbang.

"WOI! Turun sini! Jangan main pukul langsung pergi aja!" teriak Beni sambil menendang gerbang supaya Albi hilang keseimbangan, tapi sepertinya Albi justru dapat duduk dengan nyaman.

"Sorry, tapi aku ada urusan lain," ujar Albi yang sesaat kemudian langsung melompat dan mendarat dengan mudahnya. Albi segera mengambil tasnya.

"WOI! BALIK SINI!" teriak Pavo yang sudah benar-benar kesal.

"Sorry, aku bukannya nggak mau berkelahi dengan kalian. Cuma busnya keburu lewat. Bye!" ujar Albi sambil mengeluarkan smirknya lalu berlari meninggalkan mereka.

BRAK!

"WOI!" teriak Pavo marah. "BALIK LO SINI!" teriak Pavo sambil menendang gerbang dengan kesal, namun sudah tidak ada sahutan.

"Sedang apa kalian di situ?!" bentak Pak Rudi yang tiba-tiba saja datang.

Ketiganya segera menoleh sambil tersenyum dengan setengah terpaksa.

"Halo Pak," sapa Pavo masih dengan senyum setengah terpaksanya.

"Halo, Halo apanya? Yang sopan sama guru," kesal Pak Rudi. "Ngapain kalian di situ? Mau kabur lewat gerbang belakang? Jangan-jangan kalian sering kabur lewat gerbang sini ya kalo jam istirahat?"

"Aduh Pak, saya nggak pernah sekalipun manjat ini gerbang, tinggi gitu. Lagian nih Pak, kan sudah jam pulang sekolah masak iya saya pakai kabur segala lewat gerbang belakang. Kan bisa lewat gerbang depan Pak," ujar Pavo dengan nada sok akrabnya.

"Terus ngapain kalian di sini?!"

"Itu Pak, si Albi tadi keluar manjat gerbang sini. Jadi kami mau menangkapnya, mau laporin ke Bapak," lapor Beni.

"Albi? Terus mana dianya?" tanya Pak Rudi.

"Ya sudah kabur Pak. Nggak berhasil ditangkap," jawab Ruki.

Pak Rudi terdiam sesaat, sambil menatap ketiganya satu persatu dengan setengah menyelidik.

"Kalian jangan mengada-ada ya. Bapak tahu Albi itu anak baik-baik. Bapak dengar kalian sering hampir mengajak berkelahi sama Albi. Jangan-jangan kalian mau nuduh Albi ya," tebak Pak Rudi.

"Ya ampun Pak, seriusan ini kami nggak bohong," rajuk Ruki.

"Sudah sana pulang, lewat pintu gerbang depan," suruh Pak Rudi. "Untung jam pulang sekolah, kalau masih jam pelajaran Bapak langsung kasih skor kalian," ujar Pak Rudi lagi.

For You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang