Cana segera berjalan cepat meninggalkan taman. Zia dan Naya ingin memanggilnya tapi takut ketahuan Albi. Mereka segera mengikuti tanpa memanggilnya.
Cana semakin mempercepat langkah jalannya. Semakin cepat, semakin cepat dan semakin cepat lagi sampai tidak sadar bahwa dia sudah mulai berlari. Matanya mulai terasa buram dan tidak berapa lama air matanya mulai jatuh.
***
Sementara itu di belakang gedung sekolah, Pavo tengah mencengkeram kerah baju seorang cowok. Disampingnya sudah ada Beni dan Ruki.
"Hajar saja! Cowok seperti dia harus sekali-kali diberi pelajaran. Biar nggak berani macam-macam lagi," ujar Beni memanas-manasi Pavo.
"Benar, biar mereka tahu kamu yang terkuat di sekolah ini," tambah Ruki lalu tertawa.
"Ma-maaf, aku tidak akan mengulangi lagi. Tolong jangan pukul aku," pintanya.
Pavo menatapnya tajam.
"Jangan berkelahi lagi."
Kata itu tiba-tiba saja terngiang di kepala Pavo. Pavo segera menyentakkan kerah baju cowok itu. Masalahnya hanya sepele sih, cowok itu tidak sengaja menabrak Pavo.
"Sudah pergi sana! Lain kali kalau jalan lihat-lihat!" ujar Pavo.
Cowok itu segera cepat-cepat pergi sebelum Pavo berubah pikiran untuk menghajarnya lagi.
"Aaah, tidak seru kamu melepaskannya begitu saja?" gerutu Beni.
Pavo tidak menyahut. Dia hanya terdiam mengingat kata-kata Cana bahwa jangan sampai berkelahi lagi.
BRUK!
Seseorang menabraknya lagi dari arah belakang.
"SIAPA LAGI SIH INI?!" kesal Pavo dan dengan cepat langsung berbalik. Namun amarahnya langsung terhenti ketika menyadari yang menabraknya adalah Cana. "Kenari?! Ternyata kamu," ujar Pavo.
Cana tidak menyahut dan pandangannya tertunduk. Pavo menatap Cana setengah bingung, dia tidak dapat melihat wajah Cana karena tertutupi oleh rambut. Tapi dia dapat merasakan ada sesuatu dengan keadaan Cana.
"Kenari? Kamu baik-baik saja?" tanya Pavo. Menyadari Cana tidak menjawab, Pavo langsung mengangkat dagu gadis itu untuk melihat wajahnya.
Pavo langsung terdiam mematung melihat wajah Cana berlinang air mata. Ini kedua kalinya Pavo melihat Cana seperti itu. Pertama saat Cana mengetahui bahwa dia berpacaran dengan Cana hanya sebagai taruhan, dan kali ini entah karena apa.
"Ke-Kenari? Apa tadi sakit? Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu," panik Pavo. Tapi dia langsung terdiam setengah berfikir. 'Kenari tidak mungkin sampai menangis jika hanya menabrak. Biasanya dia hanya akan marah-marah. Lalu kenapa dia sampai menangis seperti ini?'
"Tunggu Kenari! Siapa yang membuatmu menangis?! Beritahukan padaku! Aku akan menghajarnya!" geram Pavo.
"Bodoh! Kamu yang membuatku menangis!" sahut Cana sambil memukul dada bidang cowok itu.
"Aku? Apa tadi benar-benar sakit?!" panik Pavo.
"Oi Kak Pavo!" bentak Zia yang tiba-tiba saja sudah di belakang Pavo mengepalkan tangannya. Di sampingnya juga sudah ada Naya yang menatapnya tajam. "Aku benar-benar ingin menghajarmu sekarang!" marah Zia dan hampir maju menghajar Pavo, tapi Naya langsung menghentikannya.
"Zia, aku tahu kamu kesal tapi jangan berkelahi di sekolah," cegah Naya sambil memegangi lengan Zia dari belakang dengan kesusahan karena jelas dia pasti kalah kuat dengan Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Teen FictionDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...