Part 39. Maaf, Ayah

120 8 1
                                    


Malamnya Albi makan bersama dengan neneknya.

"Makan yang banyak, biar badannya kuat," suruh Nenek sambil memukul bahu Albi dengan sengaja.

"Aduh Nek, sakit," keluh Albi sambil meringis kesakitan. Walaupun pukulan Nenek cukup pelan, namun karena tadi habis kena pukulan keras, jadi terasa lebih sakit.

Nenek hanya menghela nafas. "Kamu mau sampai kapan sih berantem terus, hmmmm? Nggak kasihan kalau Ibumu tahu? Dia pasti akan menangis lagi lihat wajah anaknya babak belur lagi kayak gitu."

"Albi nggak berantem Nek," bela Albi pada dirinya sendiri.

"Terus ini apa? Wajahmu babak belur begini kamu masih bilang nggak berantem, hm?" ujar Nenek sambil menekan pipi Albi yang membiru dan itu berhasil membuat Albi kembali meringis kesakitan dan cepat-cepat menjauhkan wajahnya dari tangan Nenek.

"Albi memang dipukuli, tapi Albi nggak bales. Albi sudah janji nggak bakalan berantem lagi. Jadi.... Albi biarkan mereka menghajar Albi," ujar Albi.

Nenek menatap cucunya sesaat yang mulai kembali sibuk makan. Jelas di wajah Albi dia sedang menyembunyikan sesuatu dengan wajahnya yang sedikit gelisah. Beliau membiarkannya sampai selesai makan.

"Ada apa? Cerita sama Nenek," pinta Neneknya setelah memastikan Albi menghabiskan makannya.

"Albi bertemu teman SMP Albi Nek, dan mereka marah dengan Albi," ujar Albi tertunduk.

"Hmh, coba Nenek tebak. Kalian berselisih pendapat, dan kamu membiarkan mereka memukulmu supaya mereka bisa melampiaskan amarahnya dan kamu tidak membalas," tebak Neneknya yang dijawab Albi hanya dengan diamnya karena Neneknya memang tahu jelas bagaimana permasalahan cucunya satu itu. Dan juga tahu bagaimana Albi menyelesaikan masalahnya.

"Albi yang salah Nek, karena itu mereka marah pada Albi," ujar Albi.

Albi itu kuat, tapi dia selalu menjadi seperti anak kecil, menjadi manja hanya di depan Neneknya. Dia selalu berusaha menjadi kuat bahkan di depan Ayah dan Ibunya sekalipun.

"Kenapa kamu tidak bicara baik-baik dengan mereka saja. Nenek yakin pasti mereka paham," saran Nenek.

"Tapi Nek, kalau Albi dekat dengan mereka lagi, Albi tidak tahu apa yang akan dilakukan Ayah jika ketahuan. Albi sudah berusaha membuat mereka benci dengan Albi supaya mereka menjauh. Albi tidak tahu kalau mereka akan mencari Albi dan jadi begini," sesal Albi.

Nenek membiarkan Albi terdiam, cowok itu terlihat sangat menyesal dengan keputusan yang sudah diambilnya. Tapi Beliau juga tahu jika Ayah Albi tahu tentang keadaan Albi, tentang pergaulannya, pasti dia akan mendatangi teman-teman Albi.

"Ya sudah, sekarang istirahat dulu ya. Besok masih sekolah kan. Besok biar Nenek yang ijinkan sama Ayahmu kalau tidur sini karena Nenek kangen sama kamu, sampai kamu sehat kembali," ujar Nenek.

"Makasih Nek," ucap Albi lalu segera pergi ke kamarnya setelah berhasil tenang.

***

Albi terdiam pulas dibalik selimutnya. Meskipun ada sesosok wanita yang tengah menyibakkan tirai kamarnya supaya cahaya matahari masuk, namun tetap saja tidak menggoyahkan aktivitas tidurnya.

"Albi, cepat bangun. Sudah pagi, nanti telat sekolahnya," suruh Nenek, namun Albi hanya menggeliat pelan dibalik selimutnya.

Albi sudah terbangun, tapi tubuhnya terasa sakit semua. Dia baru benar-benar merasakannya sekarang.

"Albi tidak berangkat Nek," sahut Albi pelan.

"Kamu ini ya, masih muda malah malas-malasan. Cepat bangun sekolah!" omel Nenek sambil menarik paksa tangan Albi agar bangun yang akhirnya membuat Albi terpaksa bangun dari tidurnya walaupun masih terduduk dengan setengah sadar.

For You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang