Bel istirahat kedua berbunyi, sebagian murid sudah berhamburan keluar kelas, sedang sebagian lainnya memilih tinggal di kelas. Cana juga tengah memasukkan buku-bukunya karena Zia akan mengajaknya keluar dan juga ada janji bertemu dengan Albi.
"Cana!" teriak Naya sambil masuk ke kelas Cana. Baik Cana maupun Zia langsung menoleh ke arahnya.
"Ada apa?"
"Kamu harus ikut aku, sekarang!" ujar Naya sambil menarik tangan Cana bahkan saat gadis itu belum mengucapkan kata 'Iya'. Cana akhirnya terpaksa mengikuti Naya dan Zia mengikutinya dari belakang sambil tersenyum. Sepertinya mereka sudah janjian.
Naya mengajak Cana menuju ke arah mading dan menunjukkan sebuah pamflet. Cana segera membacanya.
"Lomba Menulis Cerpen," baca Cana. "UWAAAA!" teriak Cana riang dan tanpa sadar memeluk kedua sahabatnya.
Dia sudah menunggu lama pengumuman lomba menulis sekabupaten yang biasanya di selenggarakan setiap tahun. Dia mendengarnya dari teman-temannya tentang lomba menulis tingkat SMA sekabupaten yang diselenggaran oleh Karya Press, hanya saja ini sudah lebih tiga bulan dari waktu biasanya diadakan.
"Ehm," sebuah suara membuyarkan mereka dan semuanya menoleh ke sumber suara. Albi sudah berdiri di sana sambil tersenyum melihat mereka, semuanya segera cepat-cepat melepas pelukan mereka. Cana yang menyadari kedatangan Albi hanya bisa tersenyum malu. "Sepertinya kamu sudah tahu," ucap Albi lagi pada Cana.
"Maksudnya?" tanya Cana bingung dan sesaat kemudian dia tersadar sudah melupakan sesuatu. "Kak, maaf aku nggak nepatin janji. Ini tadi aku lihat mading dulu. Niatku setelah ini baru mau menemuimu, jadi...."
"Maaf kak, itu salah kami. Kami yang memaksa Cana untuk ikut kami dulu, jadi dia bukannya tidak menepati janji," ucap Zia berusaha membela Cana.
"Tenang saja, aku nggak marah kok. Apa yang ingin ku bicarakan kurang lebih juga sama dengan kalian," ucap Albi sambil memberikan selembar kertas pada Cana.
Cana segera menerimanya dan membaca. Itu kertas pamflet yang sama dengan yang ditempel di mading.
"Tadinya aku mau kasih tahu. Tapi, kertasnya tadi ketinggalan di kelas makanya aku bilang pas istirahat kedua saja. Itu diberi Pamanku, kebetulan beliau pegawai di sana," ujar Albi. "Dan kebetulan kamu suka menulis, jadi itu untukmu," ujar Albi.
"Te-terima kasih Kak," ucap Cana dengan senyumnya yang mengembang, tapi sesaat kemudian Cana tampak berpikir. "Darimana Kak Albi tahu aku suka menulis? Kak Albi tidak membaca buku ku dulu kan?"
Albi langsung terdiam setengah terkejut, karena kenyataannya memang dia tahu bahwa Cana suka menulis adalah dari buku milik Cana yang ditemukannya dulu.
"I-itu.... aku diberitahu Reno," sahut Albi setelah menemukan alasan. Meskipun mereka sering bertemu, tetapi sebenarnya Reno tidak pernah mengatakan kalau Cana benar-benar ingin jadi penulis.
"Oh iya Kak, makasih banyak," ujar Cana lagi. Dia tidak tahu harus bilang apa lagi selain kata terima kasih karena dia memang sedang benar-benar menunggu pengumuman lomba menulis itu. Sedang Zia dan Naya hanya senyum-senyum melihat mereka berdua.
"Ehm," suara deheman membuyarkan pembicaraan mereka. Pavo yang kebetulan lewat langsung berhenti menyadari keberadaan mereka. "Sedang apa kalian?"
"Mau tau aja," sahut Zia.
"Kepo!" balas Naya.
"Apa'an nih?" Pavo langsung mengambil kertas dari genggaman Cana. "Lomba Menulis," baca Pavo. "Uwaaah, siapa nih yang mau ikutan lomba menulis?"
"Balikin!" pinta Cana sambil merebut kertasnya, namun Pavo langsung meninggikan kertas itu tinggi-tinggi sambil pura-pura membaca. Karena kalah tinggi Cana tidak berhasil meraihnya, namun dia tetap berusaha meskipun itu jelas sia-sia. "Minta dulu yang baik nanti aku balikin," ujar Pavo sambil beralih menatap Cana yang tengah berusaha meraihnya. "Bilang dulu. Kak Pavo, tolong balikin kertasnya," tambah Pavo dengan suara dimanis-maniskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Novela JuvenilDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...