Albi terus berjalan tanpa tahu sebenarnya yang akan ditujunya, dia hanya sekedar melangkah yang tanpa sadar membawanya ke depan SMP nya. Walaupun tadi dia sempat ingin bertemu Ray, namun akhirnya urung karena tadi sempat berurusan dengan Ayahnya.
Sekolah tampak terlihat sepi, sepertinya banyak murid yang memang sudah pulang sekolah. Albi menatap sisi pagar lain dan tersenyum, dia melihat bayangan kenangan masa lalunya bersama dengan teman-temannya saat melarikan diri dari sekolah ketika jam kosong atau disela waktu sekolahnya tanpa ketahuan guru.
"Haaah, kenapa aku mengingat anak-anak bodoh itu lagi," gumam Albi.
"Dan anak-anak bodoh itu teman-temanmu juga kan," ucap seseorang yang membuat Albi menoleh ke belakang ke sumber suara. Rifki sudah berdiri di sana sambil tersenyum. "Wah, ternyata benar-benar Albi ya, aku sempat ragu karena kamu memakai kerudung jaket," ujar Rifki. "Ada apa dengan wajahmu?"
"Bukan apa-apa," sahut Albi.
"Wah, aku pikir kamu sudah berhenti berkelahi, ternyata masih ya. Jadi, siapa orang yang berhasil memukulmu sampai seperti itu?" tanya Rifki masih penasaran.
"Hanya terjatuh," balas Albi sekenanya walau jelas Rifki akan tahu itu tidak mungkin.
"Nih," Rifki melemparkan sebotol minuman dingin yang sempat dia bawa dari tadi. Albi menatapnya sesaat. "Cuacanya panas, kamu malah berkeliaran di sini."
"Makasih, mantan musuh," gurau Albi dan Rifki hanya tertawa.
Rifki menatap sesaat ke lapangan basket sekolahnya. "Hey, bagaimana kalau nanti sore main basket? Sudah lama kan kita tidak bertemu dan bertanding, mumpung kamu sedang di sini," ujar Rifki.
"Oke, tidak masalah," sahut Albi.
"OI RIFKI!" teriak seseorang dari kejauhan yang sambil berlari menghampiri mereka. Rifki segera menoleh lalu melambaikan tangan, sementara Albi masih asyik menatap sekolahnya tanpa menyadari ada sosok lain yang datang. "Dasar! Kamu ini, aku bilang aku ke toilet toko sebentar dan kamu sudah pergi meninggalkanku!" marah Ray.
"Soalnya tadi ada orang yang membuatku penasaran. Jadi aku datang untuk menyapanya dulu," sahut Rifki.
Ray menatap ke arah Albi yang tengah membelakanginya menatap gedung sekolah.
'Hmmm? Rasanya tidak asing,' gumam Ray. "Siapa dia?" tanyanya.
"Temanmu," sahut Rifki sambil tersenyum.
"Hmm? Temanku?" gumam Ray setengah berfikir.
Di saat bersamaan Albi menoleh kearah mereka. Baik Albi maupun Ray langsung sama-sama terdiam. Albi tidak terpikir jika dia akan bertemu Ray secepat ini setelah kemarin sempat ribut.
"Sorry, aku harus buru-buru pulang," pamit Albi dan secepat kilat berbalik bersiap melangkah.
"Kamu mau melarikan diri lagi?" ucap Ray yang seketika membuat Albi langsung terhenti. Ray tahu salah satu hal yang dapat membuat Albi kesal adalah jika dia dibilang melarikan diri.
"Aku tidak sedang melarikan diri!" sahut Albi berbalik sambil mencengkeram kerah baju Ray dengan marah. Mereka bertatapan dengan sengit untuk beberapa detik.
"Lalu kenapa kamu mau pergi begitu saja?" balas Ray tetap berusaha tenang, walau dia sendiri ingin sekali menghajar temannya satu itu.
Albi terdiam, dia tidak tahu harus menjawab bagaimana karena kenyataannya dia memang sedang melarikan diri.
"Kamu bilang menjauh dari kami karena takut kami berurusan dengan Ayahmu. Setelah ku pikirkan ini masalah kita, bukan masalahmu saja. Kenapa kita tidak mengahadapi bersama-sama. Kenapa kamu terus menanggung semua beban sendirian! Apa kamu menganggap kami lemah sampai tidak percaya pada teman sendiri?" balas Ray balik mencengkeram kerah baju Albi dengan marah. "Kalau saja aku tidak menyetujui perjanjian bodohmu untuk tidak mengatakan pada yang lain, aku mungkin sudah mengatakan pada mereka dan masalah ini tidak berlanjut semakin jauh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Ficção AdolescenteDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...