Hari ini Cana memutuskan untuk pergi ke kantin. Bersama kedua sahabatnya, Naya dan Zia. Sudah lama Cana tidak pergi ke kantin karena akhir-akhir ini sering di perpustakaan.
"Wih, Cana tumbenan ya mau ke kantin," ledek Naya dan Zia hanya tertawa.
"Pengen cari angin segar," ujar Cana.
Sesaat kemudian pesanan mereka datang.
"Seriusan kamu cuma minum jus jeruk? Nggak makan?" tanya Zia tidak percaya.
"Aku sudah bawa bekal kok. Cuman aku makan nanti pas istirahat kedua saja, pas baru lapar-laparnya," sahut Cana.
"Aku juga tadinya pengen bawa bekal. Cuma karena kesiangan jadi nggak sempat nyiapin," keluh Zia.
"Itu si Auri kenapa sih sok dekat sama Kak Albi. Bikin kesel," celetuk Naya yang memang kalau bicara suka ceplos.
"Aneh deh, yang suka Kak Albi Cana yang marah malah kamu," sahut Zia.
"Habisnya Cana kalem banget, kadang nggak bisa mengekspresikan kemauannya. Jadi anggap saja ucapanku tadi adalah perwakilan dari Cana," sahut Naya.
"Aku memang nggak selama kamu kenal sama Cana, tapi aku tahu Cana itu pemikirannya lembut kayak kelakuannya. Nggak kayak kamu ceplas-ceplos," sahut Zia dan Naya hanya cemberut di ledek Zia.
"Udah nggak usah pakai berantem segala," lerai Cana.
Cana melirik sesaat ke arah Albi yang tengah asyik berbincang dengan Auri di sisi lain meja. Akhir-akhir ini dia juga jarang melihat Albi di perpustakaan. Dia pikir mungkin Albi sibuk, dan ternyata memang sibuk, sibuk dengan Auri.
Cana menghembuskan nafasnya sesaat berusaha menahan emosinya.
"Cana, kamu baik-baik saja? Kita ke kelas atau ke taman aja gimana?" ajak Naya yang mulai khawatir.
"Aku baik-baik saja kok. Di sini saja tidak apa-apa. Lagipula, banyak hal yang masih harus aku pikirkan daripada hanya sekedar kisah percintaanku," ujar Cana sambil tersenyum.
"Hebat ya Cana. Kadang iri dengan pemikiranmu. Kamu selalu berpikir positif untuk banyak hal. Dan bisa memilih sesuatu yang lebih penting," kagum Naya.
"The best of calon mother," ucap Zia sambil mengacungkan kedua jempolnya pada Cana.
"Kamu belajar bahasa inggris dimana sih Zia," kesal Naya.
"Di… hatiku," sahut Zia lalu tertawa, sedang Cana dan Naya hanya menatapnya dengan setengah malas.
"Cana, ngomong-ngomong si Auri seriusan deketin Kak Albi karena taruhan lagi?" tanya Naya penasaran. Cana hanya menganggukkan kepalanya. "Terus kamu diam saja? Nggak kasih tahu itu pada Kak Albi?" tanya Naya.
"Ya mau gimana lagi. Aku tidak berani memberitahunya," ujar Cana.
"Karena ancaman Kak Pavo? Kalau itu gampang, serahkan saja pada Zia dia pasti akan menghajarnya," ucap Naya.
"Kirainnya kamu yang mau menghajar," gerutu Zia.
"Aku nggak bisa berkelahi," keluh Naya.
"Bukan soal takut dengan Kak Pavo. Aku tidak tega mengatakannya pada Kak Albi. Dia sepertinya menyukai Auri," ujar Cana mengingat Albi pernah tersenyum lembut pada Auri. Sekarang mereka bahkan sudah asyik berbincang bersama di kantin.
"Darimananya Kak Albi yang suka coba. Dari pandanganku malah Auri yang suka dengan Kak Albi," ucap Zia sambil melirik ke arah Albi yang sekarang sedang mengajari Auri belajar.
Cana tidak menyahut.
"Zia, kamu dulu satu SD dengan Kak Pavo kan? Boleh nanya-nanya tentang Kak Pavo nggak?" tanya Cana.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Teen FictionDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...