"Yo," sapa cowok itu dengan santai dan tentu saja bersama dengan senyum smirknya.
"K-Kak Pavo?!"
Cana berpikir Pavo sudah pergi dan sudah pasti tidak akan menemukannya, tapi ternyata itu salah. Cowok itu tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya. Dia pasti berlari memutari gedung belakang kelas untuk menangkap Cana.
"Kenapa kamu terkejut seperti itu, hm? Aku bukan setan lhoh, aku masih manusia kok," tambahnya sambil tertawa pelan.
Cana sudah bingung harus bagaimana menjawab setiap ucapan cowok dibelakangnya yang masih memegangi tangan dan pundaknya. Cana kembali menoleh ke depan setengah tertunduk.
"Kak, bisa kamu lepaskan tanganku?" pinta Cana lirih dengan setengah memohon.
Pavo hanya menatap Cana dalam diam, dan akhirnya pelan-pelan dia melepaskan pegangan tangannya dari Cana. Cana segera melangkahkan kakinya berusaha menjauhi cowok itu lagi, walaupun dalam hati Cana berpikir setengah aneh karena Pavo membiarkannya pergi begitu saja setelah berhasil menangkapnya.
Namun, itu tidak berseling lama. Dalam hitungan detik sesosok tangan langsung menangkap pergelangan tangan kirinya dan menariknya lebih mendekat. Kini, Cana harus berdiri berhadapan lagi dengan Pavo, setelah sekian lama dia berusaha menghindari cowok itu.
"Kenari, apa kamu berpikir aku akan membiarkanmu pergi begitu saja setelah aku berhasil menangkapmu? Kamu sepertinya harus lebih mengenalku lagi," ujar Pavo.
"Kak, tolong lepaskan. Dan berhentilah memanggilku dengan panggilan itu. Namaku Cana," ucap Cana sambil berusaha melepaskan tangan kirinya dari cengkeraman Pavo. Namun usahanya hanya sia-sia, yang ada sekarang Pavo juga malah mencengkeram tangan kanannya.
"Kenapa? Bukankah itu panggilan manisku untukmu? Canaria, artinya Burung Kenari. Bukankah itu nama yang manis?" ujar Pavo sambil tertawa pelan. "Kamu tidak merindukan panggilan itu? Kamu tidak merindukanku? Kita sudah lama tidak bertemu kan? Aaah, tebakanku sepertinya salah. Kamu pasti sangat merindukanku dan panggilan itu. Kamu tadi terkejut saat mendengar suaraku kan, dan lebih terkejut lagi saat melihatku. Kamu pasti benar-benar sangat merindukanku, kan?" ujar Pavo tanpa memberikan Cana ruang untuk berbicara sedikitpun.
'Dia masih sama, masih saja suka banyak bicara,' gumam Cana dalam hati mengingat bagaimana Pavo dulu saat dia banyak berbicara di depan Cana yang begitu pendiam. Tapi dia segera menepis pikirannya.
"Apa kamu sudah selesai berbicara?" ucap Cana akhirnya. "Aku hanya terkejut karena tiba-tiba ada orang di belakangku. Bukan karena aku melihatmu. Katakan apa maumu dan lepaskan tanganku," pinta Cana.
"Oke, aku akan melepaskan tanganmu... nanti. Tapi bukan berarti aku akan melepaskan dirimu," ucap Pavo sambil mengeluarkan senyum kemenangannya.
"Apa maksudmu?" tanya Cana yang mulai khawatir dengan ucapan Pavo.
"Kamu menguping pembicaraanku kan? Kamu pasti sudah mendengar semua pembicaraanku dengan Auri."
"A-aku tidak menguping," bohong Cana. "Aku hanya.... tidak sengaja mendengarnya."
"Sama, kamu mendengarnya. Jadi, mulai sekarang kamu harus selalu berada di sampingku. Aku harus memastikan bahwa kamu tidak akan membocorkan kepada Albi," ucap Pavo. "Aku lihat kamu cukup mengenalnya."
"Kamu melakukannya lagi! Berhentilah membuat taruhan seperti itu. kamu masih tidak berubah dari dulu!" marah Cana. "Dan aku tidak mau berurusan denganmu lagi. Aku membenci setiap tingkahmu itu!" tambah Cana.
Pavo langsung terdiam mendengar ucapan Cana. Dia menatap gadis itu. Kata BENCI, itu seperti tamparan untuk dirinya. Tapi dia langsung tersenyum kembali ketika menangkap sorot lain dari mata Cana.

KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Teen FictionDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...