Albi tengah berjalan menuju ke perpustakaan, tapi langkahnya terhenti karena Auri memanggilnya.
"Kak Albi," panggil Auri sambil menghampiri dengan tersenyum riang. Albi menoleh dan menunggu Auri datang. "Kak Albi, ummm, kemarin kan sudah mengajariku. Kalau hari ini aku traktir bagaimana? Sebagai tanda terima kasih."
Albi terdiam sesaat, berpikir.
"Oke, sekarang?"
"Iya, kan istirahatnya sekarang Kak," gurau Auri sambil tertawa kecil.
Mereka segera pergi menuju ke kantin dan memesan.
"Kak Albi hobi membaca ya? Aku lihat sering di perpustakaan," tanya Auri sambil menunggu pesanan.
"Sebenarnya nggak sampai ke taraf hobi juga sih," ujar Albi.
"Tidak terlalu hobi membaca? Terus kok bisa sampai setiap hari ke perpustakaan?" tanya Auri penasaran.
"Itu... soalnya kalau di perpustakaan suasananya tenang. Jadi aku bisa lebih bersantai," ujar Albi. "Pesanannya datang tuh."
Pesanan mereka datang, soto dan juga es teh. Mereka segera makan sambil sesekali berbincang.
"Ternyata Kak Albi nggak sedingin yang orang bilang ya," ucap Auri.
"Memangnya orang bilang apa tentangku?" tanya Albi.
"Banyak orang bilang Kak Albi itu dingin dan sulit di dekati," ujar Auri. Namun, sesaat kemudian Auri langsung terdiam. 'Iya ya, bukannya Kak Albi orang yang sulit di dekati? Kenapa sekarang aku bisa dekat dengannya? Walaupun terkadang masih sedikit dingin, tapi bukankah ini sedikit lebih mudah dari perkiraanku. Atau jangan-jangan Kak Albi diam-diam menyukaiku? Aku pasti sudah mulai berhasil mendekatinya. Ini seperti mimpi saja,' gumam Auri sambil mencubit pipinya sendiri tidak percaya.
"Auri? Hei Auri," panggil Albi sambil melambaikan tangan di depan Auri yang melamun.
"Eh iya Kak, sorry," sahut Auri sambil tersenyum malu tersadar dari lamunannya. "Oh iya Kak, aku kan lemah nih dalam matematika. Boleh nggak besok-besok minta diajarkan Kak Albi lagi," pinta Auri memohon.
"Tidak masalah, kamu bisa menemuiku di perpustakaan seperti biasanya," ujar Albi yang kemudian menghabiskan minumannya.
Auri menatap Albi yang sedang minum dengan tenang.
'Tapi rasanya nyaman sekali bersamanya. Sedikit dingin sih, tapi dia sangat sabar saat mengajari belajar. Cowok yang mengagumkan,' gumam Auri.
"Kak Albi?" panggil Naya yang kebetulan lewat di belakang Auri saat selesai membayar. Naya hanya memandangnya dengan tidak percaya karena sekarang Albi duduk bersama Auri. "Kok bisa...."
"Auri mentraktirku, jadi kami makan bersama," sahut Albi memotong omongan Naya.
Albi tahu salah satu sifat Naya yang main ceplos saat bicara, kadang bahkan tidak lihat situasi dan siapa orangnya jika tidak ada yang menahannya. Jika tadi Albi tidak memotongnya bicara, bisa saja Naya main ceplos tentang kedekatannya dengan Cana di depan Auri karena Naya terlihat sangat kesal melihatnya bersama Auri sekarang.
"Maaf Kak, maksud Naya cuma mau nanya tumbenan Kak Albi tidak ke perpustakaan," ujar Zia yang tiba-tiba saja muncul dan paham situasi. "Permisi Kak," pamit Zia sambil menyeret tangan Naya yang setengah enggan mengikuti Zia. "Nay, jangan gitu juga kalau mau marah sama Kak Albi. Nggak sopan. Kita kan juga nggak terlalu dekat dengan Kak Albi, dia akan merasa aneh jika kamu tiba-tiba pasang wajah kesal seperti itu," ujar Zia setelah mereka berhasil jauh dari kantin.
"Ya habis, Kak Albinya juga malah semakin deket sama Auri, padahal kelihatan banget kalau dia juga sedang mendekati Cana," gerutu Naya.
"Iya, paham. Tapi tahu situasi juga dong. Kak Albi dan Cana itu baru dekat, belum pacar," tambah Zia lagi. Naya hanya mendengus kesal tapi mengiyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You [END]
Dla nastolatkówDulu, aku hanya mampu menatapmu dari kejauhan. Kini aku bisa berdiri di sampingmu, tapi aku tidak pernah mampu menyatakan perasaanku. Aku takut menyakitimu. [Albi] Dulu, aku tidak pernah berani mendekatimu. Aku menyukaimu, tapi aku hanya mampu menat...