06

223 26 0
                                    

Zahra sibuk hilir mudik mencari sesuatu yang hendak di belinya.
Mereka sudah sampai di toko buku yang kebetulan jaraknya dekat dari sekolah.

Qonita hanya diam melihat berbagai macam buku yang sudah tersusun rapi di sepanjang rak. Qonita tidak berniat membeli buku. Buku di rumahnya saja sangat banyak karena ia memiliki perpustakaan mini sendiri dirumah.

Sudah tiga puluh menit Qonita menunggu Zahra tapi gadis itu belum juga muncul. Entah kemana perginya sekarang.

"Ka... kamu di sini?"
Suara berat khas laki-laki terdengar di belakang Qonita.

Ia menoleh, laki-laki jakung berdiri di depannya. Tampan, untuk ukuran seorang remaja. Tapi bukan itu yang Qonita pikirkan. Ia menelisik dari atas hingga bawah. Laki-laki ini mengenalnya?

"Kau mengenalku?"

Laki-laki jukung di depannya mengangguk. Di lihat dari raut wajahnya Qonita rasa laki-laki didepannya ini sedang gugup.

"A..aku-"

Belum sempat laki-laki itu menyelesaikan ucapannya Zahra lebih dulu memanggil Qonita. Sebelum meninggalkan remaja laki-laki itu Qonita kembali menoleh padanya. Tidak ada senyum atau kata basa-basi lainnya. Ia melenggang pergi begitu saja, meninggalkannya yang masih berdiri di tempatnya.

"Aku sudah menemukannya."
Ucap Zahra. Ia mengangkat sebuah novel tebal di tangannya.

Qonita diam, dia salah perkiraan.
Ternyata Zahra mengajaknya mampir ke sini untuk membeli novel bukan membeli buku. Dia mengira seperti itu karena Zahra siswi baru.

"Ini novel terbaru, aku sudah membaca sinopsisnya dan ini adalah karya penulis Favoriteku." Katanya dengan penuh semangat.

"Kamu suka baca novel?"
Tanya Qonita sambil melirik judulnya.

"Ya, aku suka penulis novel ini.
Gabungan kajian islam dan cinta.
Baguskan, kita mencintai seseorang dengan cara seharusnya tidak berlebihan karena yang harus kita cintai di urutan pertama yaitu Allah, Sang Maha Pencipta."
Ucap Zahra dengan senyum merekah.

Qonita mengangguk. Semua yang dikatakan Zahra benar, namun sangat sulit jika itu menimpa diri kita sendiri. Seperti yang ia rasakan.

"Laki-laki itu siapa? Temanmu Qonita?"
Tanya Zahra penasaran, lalu menoleh pada remaja laki-laki tadi yang masih belum beranjak dari tempatnya.

Sekarang ia tidak sendiri. Ada seorang remaja laki-laki lain di dekatnya dan ia masih melihat kearah Qonita. Tapi gadis itu sama sekali tidak menghiraukannya.

"Ayo, kamu mau membayarnya kan?"

Zahra mengangguk lalu tersenyum. Ia menggandeng lengan Qonita dan mengajaknya ke depan, membayar novel yang akan di belinya.

Remaja laki-laki satunya menatap kesal pada sahabatnya.
"Dia enggak kenal lo?! Tu cewek tau nama lo aja enggak. Lo udah merhatiin dia hampir enam tahun, lo nggak capek?! Kalian satu sekolahan dan tapi nggak tau lo sama sekali!"
Ujarnya ketus sekaligus kesal.

"Gue tetep suka Dia."
Sahutnya lemas.

Remaja yang bernama Adit itu mendengus sebal.
"Terserah lo!" Ucapnya lalu pergi meninggalkan sahabatnya sendirian.

Ia memejamkan matanya, menghilangkan sesal dan kecewa.
Hampir enam tahun ia hanya melihat Qonita dari kejauhan. Tapi tidak ada yang ia dapatkan.

Ia belajar dengan sungguh-sungguh agar di terima di sekolah yang sama dengan Qonita. Karena sekolahnya yang sekarang merupakan salah satu sekolah Favorite di Ibu Kota.

Ia bahkan memilih jurusan yang sama dengan gadis itu. Berharap agar bisa satu kelas dengan Qonita. Tapi entah kenapa setiap rencana dan keinginannya tidak pernah berjalan mulus.
                    *********
Qonita berada di depan rumah Zahra sekarang, karena sahabatnya itu merengek sepanjang jalan agar Qonita mau mengunjungi rumahnya.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang