15

156 25 0
                                    

Qonita tersenyum dalam baringnya. Ia menatap langit kamar apartemennya yang berwarna putih gading, sama seperti kamar dirumahnya. Qonita kembali mengingat kejadian kemarin saat mempermalukan Rara dan teman-temannya.

"G...gue mohon Qonita jangan hancurin perusahaan keluarga gue."
Ucap Rara ketakutan.

Qonita hanya diam ditempatnya berdiri. Sebenarnya ia tidak memiliki niat sama sekali untuk mengancam Rara dengan menggunakan perusahaan atau keluarga. Tapi jika itu maunya, akan ia lakukan dengan senang hati.

Sindy dan Gigipun ikut berlutut bersama Rara. Berulang kali mereka memohon maaf, sedangkan Qonita masih diam dengan wajah dingin miliknya.

"Kayaknya hubungan kerjasama keluarga kita jadi taruhannya."

Rara yang mendengar itu bertambah takut dan juga kedua sahabatnya. Karena kedua orang tua mereka bekerja di perusahaan milik keluarga Rara. Jika perusahaan Rara bangkrut tentu saja nasib mereka akan sama seperti Rara.

Qonita masih diam, menikmati ketakutan di wajah mereka. Ia tahu jika yang ditakutkan mereka bukanlah keluarga. Melainkan kehidupan mewah, yang akan lenyap seketika jika perusahaan keluarganya hancur. Mereka yang terbiasa menghamburkan uang dan tidak pernah peduli bagaimana cara mendapatkannya akan berpikir bahwa uang adalah segala-galanya.

"Gue mohon Qonita, ampunin kita. Gue akan ngelakuin apapun yang lo mau." Rara melakukan penawaran.

"Be..Bener Qonita, kita akan ngelakuin apapun yang lo mau."
Sindy berucap susah payah. Sedangkan Gigi hanya diam dan menganggukkan kepalanya.

"Hemm.."
Qonita mengetukkan jadi telunjuk ke dagunya. Berpura-pura berpikir.

" Hapus foto dia dan minta maaf di depan seluruh murid di lapangan! Jangan lupa video dan upload ke semua sosmed kalian!"
Ucap Qonita santai, memainkan kuku jarinya.

"Ta..Tapi."
Sanggah Rara.

"Hub..."

"Oke, kita bakal lakuin apa mau lo."
Sahut Rara sebelum Qonita menyelesaikan ucapannya.

"Satu lagi, jangan lupa posisi kalian saat ini ,lakukan hal yang sama."
Qonita menunjuk posisi mereka yang tengah berlutut padanya.

Rara dan teman-temannya berpandangan. Apa mereka akan
melakukannya? Mereka bertiga berada diposisi yang sangat tidak menguntungkan. Bagaimana mungkin mereka yang terkenal karena keangkuhannya di sekolah harus berlutut pada orang lain. Apa lagi setelah apa yang mereka lakukan.

Qonita menunjuk sesuatu dengan jarinya. Mereka bertiga sontak mengikuti ke mana arah jari itu.
Disana, Zahra yang tengah duduk di sebuah bangku yang berada di depan kelasnya. Sepertinya pelajaran pertama telah berakhir. Mereka menelan ludah dengan susah payah. Keringat dingin mengalir di masing-masing pelipis mereka.

Mereka mengangguk pada Qonita lalu bangkit dari posisi sebelumnya.
Sebelum itu mereka sempat menoleh pada Qonita dan bertanya ragu-ragu.

"L...Lo nggak mau liat?"
Tanya Rara takut.

Qonita diam, tak ingin menjawab. Menatap dingin kearah mereka.
Mereka bisa merasakan tatapan menusuk Qonita yang menyiratkan ketidak sukaannya. Rara dan dayang-dayangnya bergegas kabur dari hadapan Qonita lalu berjalan ke arah Zahra.

Mereka dengan ragu melangkah, ini semua demi keselamatan hidup mereka. Mereka tidak ingin hidup nyaman yang selalu mereka nikmati harus raib hanya karena kecerobohan yang mereka lakukan. Berulang kali mereka mengutuk Zahra dalam hati.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang