21

142 17 0
                                    

Qonita masih terduduk lemas di gubuk tua itu. Sudah dua hari ia menghabiskan malam disana. Matanya menatap kosong dinding rotan yang sudah reyot dimakan usia. Sepertinya gubuk itu tidak lagi digunakan.

Qonita belum makan dan mengganti pakaiannya. Ia terlihat sangat berantakan karena sejak malam pertama digubuk reyot itu Qonita sama sekali belum tidur. Kantung matanya menghitam karena menangis dan tidak tidur selama dua hari.

Qonita tertegun saat mendengar suara tangisan. Sepertinya ada anak kecil yang menangis di sekitarnya.
Qonita berdiri, tadi terdengar sangat dekat dengannya. Dan benar saja, seorang anak kecil laki-laki menangis tak jauh saat Qonita berjalan ke luar.

Qonita melangkah menghampiri anak itu, tapi saat ia maju anak itu selalu mundur menjauhinya.

"Kamu kenapa?"
Tanya Qonita padanya.

Anak kecil itu semakin beringsut mundur. Sepertinya ia takut karena melihat tampilan Qonita yang sangat berantakan. Seperti mayat hidup.

"Mama...."
Teriaknya histeris dan lari dari sana.

Qonita yang melihat itu hanya diam di tempatnya. Ia berbalik, sepertinya anak kecil itu tidak butuh bantuannya.

"Kakak."

Suara itu, suara yang memanggil Qonita beberapa hari yang lalu.
Qonita berbalik, benar. Yang memanggilnya adalah Aisyah.

Aisyah berlari kearah Qonita dan memeluk kakinya. Qonita yang melihat itu tersenyum. Ia mulai menurunkan tubuhnya, dan berjongkok di hadapan Aisyah.

"Kangen kak Qonita."

Aisyah langsung memeluk erat Qonita saat sudah sejajar dengannya. Qonita hanya diam, mengelus lembut kepala Aisyah yang tertutup kerudung berwarna putih.

"Kakak kenapa ada disini?"
Tanya Aisyah setelah melepaskan pelukannya di leher Qonita.

Qonita yang ditanya hanya diam. Tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Aisyah.

"Ayo kak."

Aisyah menarik tangan Qonita untuk mengikuti langkahnya. Ia melupakan pertanyaannya yang belum dijawab Qonita.

Qonita dan Aisyah melangkah pergi, meninggalkan tempat yang sangat sepi itu. Anak kecil yang tadi menangispun sudah tidak ada lagi disana.

Aisyah membawa Qonita menuju tempat yang sama sepinya seperti tadi. Qonita baru tahu jika tempatnya bersembunyi selama dua hari ini dekat dengan sebuah pemakaman. Sepertinya bukan pemakaman umum tapi sebuah pemakaman keluarga.

Qonita diam, melihat seorang laki-laki dewasa memakai baju koko berwarna senada dengan gamis Aisyah yang membelakanginya.

"Kak, ini mama Aisyah."

Aisyah duduk tepat disamping orang itu, ayahnya. Dika terkejut saat menoleh ke belakang, Kenapa Qonita bersama putrinya? Terlebih kejadian dua hari yang lalu saat Qonita tiba-tiba pergi dari rumahnya, dan tampilan gadis itu sekarang sangat kacau. Dika masih ingat dengan jelas jika pakaian yang di pakai Qonita saat ini adalah pakaian yang sama saat berada di rumahnya. Dika beranjak dari duduknya,  mungkin gadis remaja itu tidak nyaman dengan keberadaannya.

Qonita hanya diam melihat makam ibu Aisyah yang sudah bersih dan penuh dengan bunga, SHINTA.

"Mama ini namanya Kak Qonita, kak Qonita baik banget sama Aisyah. Kak Qonita yang ngantelin Aisyah pulang ke lumah waktu malah sama papa." Ucap Aisyah mulai berceloteh gembira. "Kak Qonita pelsis kayak mama, seling manggil Aisyah gadis cantik. Terus ngusap-ngusap kepala Aisyah." Tambahnya lagi.

Aisyah mulai bercerita panjang lebar. Tentang sekolah, Dika, dan teman-temannya di sekolah.

Qonita termenung. Ia memang pernah memuji Aisyah dengan sebutan gadis cantik saat pertama kali bertemu di taman. Qonita menghela napas, ia mengerti sekarang kenapa Aisyah tampak sedih waktu itu. Ternyata ucapan Qonita mengingatkan Aisyah pada ibunya. Qonita juga pernah merasakan hal yang sama, saat Airin memuji Zahra dengan sebutan Bidadari kecil, seperti bunda Qonita dulu. Dulu. Dada Qonita seketika sesak karena mengingatnya.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang