33

162 17 0
                                    

Seorang pria tampan dewasa berlari di sepanjang lorong rumah sakit. Ia berlari dengan tergesa-gesa. Sungguh ia merasa sangat kesal akibat macet yang membuatnya terlambat.
Padahal pagi ini ia harus melakukan operasi pada salah satu pasiennya.

"Terima kasih."
Ucap Furqon pada temannya yang ikut membantunya menjalani operasi pagi ini.

Ridwan mengangguk. Kembali melanjutkan tugasnya. Sebenarnya ia tidak memiliki jadwal pagi ini. Tapi tadi pagi tiba-tiba saja Furqon menelponnya dan meminta bantuannya.

Furqon menatap gadis kecil yang terbaring tak sadarkan diri di sampingnya. Ia dengan serius mendengarkan penjelasan suster tentang perkembangan keadaan pasiennya saat ini.

Furqon mengangguk. Dengan cekatan mengambil pisau bedah dan melakukan tugasnya. Sesekali perawat laki-laki mengelap keringat di dahinya.

Furqon sengaja meminta perawat laki-laki khusus untuknya. Pasalnya ia kurang nyaman jika berada di dekat perawat perempuan. Karena kebanyakan dari mereka sering diam-diam menatapnya dan tidak fokus saat operasi berlangsung.

Waktu berlalu begitu cepat. Sudah lebih dari empat jam mereka melakukan operasi pada gadis kecil yang menderita kelainan jantung itu.

"Alhamdulillah."
Ucap semua orang yang ada di dalam sana.

Mereka bersyukur operasi pagi ini berjalan lancar. Tidak ada kendala yang berarti dan semuanya berjalan sebagaimana yang mereka rencanakan dan Allah mengabulkannya.

Furqon keluar dari ruang operasi setelah selesai membersihkan diri.
Hari ini jadwal Furqon lumayan padat karena ia juga harus melakukan beberapa operasi hari ini.

"Dokter Furqon!"

Furqon berhenti melangkah ketika mendengar seseorang berteriak memanggilnya. Ia menoleh ke belakang kemudian berbalik.

Disana, seorang gadis yang masih memakai seragam abu-abu melambaikan tangan dan berjalan ke arahnya.

"Hai pak dokter ganteng."
Sapanya riang. Kemudian mengedipkan sebelah matanya seperti biasa.

"Ada apa?"
Balas Furqon datar.

"Iiihh, kok kak furqon gitu terus sih. Setiap aku samperin pasti dingin terus. Jahat tau nggak." Sahutnya sambil mengerucutkan bibir.

Dia, Syasa. Gadis remaja yang selalu mengekori Furqon lebih dari enam bulan terakhir ini.

"Kak, malam ini nonton yuk? Aku free loh malam ini." Ajaknya.

"Saya sibuk."

Syasa yang mendengar itu kembali merengut sebal.

"Kak Furqon kenapa sih, selalu aja nolak aku. Sebel tauk gak! Aku tu kurang apa sih dimata kakak? Apa aku ini kurang cantik?" Ucap Syasa menuntut jawaban.

"Atau kak Furqon masih nganggap aku ini anak kecil? Iya gitu? Iihh.. aku udah gede kak!" Teriak Syasa keras.

Furqon menghela napas. Berulang kali beristigfar dalam hati agar ia bisa mengontrol emosinya. Sungguh apa yang dikatakan gadis itu berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada saat ini? Udah gede? Tapi sikapnya sedikitpun tidak menunjukkan kedewasaan.

Furqon mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia bisa bernapas lega. Untung saja lorong rumah sakit itu sangat sepi. Tidak ada orang lain selain mereka di sana sebab lorong panjang itu memang jarang dilalui dan saat ini juga jam makan siang.

"Jaga nada bicaramu Syasa."
Ucap Furqon lalu berbalik meninggalkan gadis itu.

"Iiih, aku suka sama kakak! Kamu itu milik aku kak. Pokoknya kamu milik aku!"

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang