36

82 15 0
                                    

Furqon tengah bersandar dikursi kerjanya saat ini. Ia memijit pelipisnya yang terasa nyeri sejak minggu kemarin. Mungkin lebih tepatnya sejak gadis itu pulang ke rumahnya.

Sungguh kepulangan Qonita membuat hati Furqon semakin gelisah.

Dulu Furqon pikir jika gadis itu kembali ia akan merasa sangat bahagia. Karena selama ini dirinya sangat menantikan Qonita. Namun kejadian seminggu yang lalu membuat semua harapan yang selalu Furqon pupuk perlahan sirna.

Lamaran pertamanya Furqon anggap batal karena gadis itu akan melanjutkan studynya di tempat yang jauh dan ia tidak ingin mencegah Qonita meraih mimpinya.

Dan sejak satu tahun terakhir ini Furqon sudah merencanakan lamaran keduanya pada Qonita. Karena baginya niat untuk menghalalkan gadis yang dicintainya tidak lagi memiliki rintangan. Tapi keadaan saat ini sungguh membuat Furqon dilema besar.

Apa selama ini gadis itu tidak pernah sedikitpun menaruh hati padanya?

Apa pria kemarin adalah calon suami pilihan Qonita?

Jika iya hancur sudah harapannya selama ini. Semua yang telah Furqon lakukan dan rencanakan berakhir sia-sia.

Furqon mengusap wajahnya gusar.
Tidak, ia tidak boleh seperti ini. Terlena dengan hati yang gundah gulana kerena cinta. Sebab setan akan mudah menggodanya dan senang saat dirinya lalai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba.

Berangan-angan!
Beandai-andai!
Menerka-nerka!

Furqon kembali mengusap wajahnya frustasi kemudin menegakkan tubuhnya. Ia melihat jam yang melingkar ditangannya.

Mengucapkan Bismillah Furqon melangkah keluar dari ruang kerjanya.

Sepanjang Furqon melangkah melewati lorong rumah sakit yang sangat ramai dan panjang itu ia hanya mengangguk membalas sapaan orang-orang padanya.

Namun Furqon masih bisa mendengar bisikan-bisikan senang saat ia membalas sapaan mereka terkhususnya kaum hawa.

Bunyi kenop pintu yang dibuka dari luar membuat semua orang menoleh padanya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."
Ucap semua orang yang ada di ruangan itu.

Furqon melangkah menuju umminya dan mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkannya itu.

"Aku rindu ummi."
Bisiknya.

Arna tersenyum kemudian mengusap kepala putra semata wayangnya itu. Padahal tadi pagi Furqon baru bertemu dengannya dan mereka sarapan bersama. Rindu apanya?

Furqon masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi oleh orang-orang yang ia sayangi. Bukan karena salah seorang di antara mereka terkena musibah atau sakit melainkan karena Anisha. Kemarin adik sepupunya itu melahirkan anak keduanya. Sungguh semua orang yang ada di dalam sana merasa sangat bahagia.

"Kak besok aku sudah bisa pulangkan?"

Furqon mengangguk.
"InsyaAllah."

Anish sangat bersyukur karena anak keduanya lahir ke dunia dengan selamat. Ia sangat khawatir kemarin saat air ketubannya tiba-tiba saja pecah. Padahal waktu bersalin yang
diprediksikan dokter untuk bayinya seharusnya dua minggu lagi.

Bunyi pintu yang kembali terbuka mengalihkan perhatian mereka yang ada disana. Ternyata orang itu adalah seorang suster yang sedang membawa putra Anisha.

"Maaf, sekarang waktunya menyusui bayi anda."

Anisha mengangguk lalu dengan telaten ia mengambil anaknya dari gendongan suster.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang