27

119 12 0
                                    

Sudah lebih dari seminggu Qonita tinggal di apartemen Anisha dan sekarang adalah hari terakhirnya tinggal disana.

Hari-hari yang dilalui Qonita dan Anisha sangat menyenangkan. Mereka berbelanja, memasak, jalan-jalan dan hal yang dilakukan selayaknya kaum hawa pada umumnya.

Qonita dan Anisha selalu melakukan apapun berdua saja selama seminggu ini. Tapi berbeda dengan kemarin, Furqon juga ikut bersama mereka ke perpustakaan saat Anisha mencari buku.

Entah apa yang terjadi dengan Qonita, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya sedikitpun saat bertemu dengan manik milik Furqon. Pria itu terlihat sangat tampan kemarin dengan kemeja putih garis yang dipakainya. Ah, mungkin itu efek karena Furqon pernah menolongnya, sehingga Qonita merasa seperti berhutang budi.

"Kamu beneran mau pulang besok? Kenapa nggak nanti-nanti aja?" Tanya Anisha saat Qonita selesai mengiris bawang.

Pagi-pagi sekali Qonita bangun untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Karena setiap pagi Anisha selalu pergi ke Rumah Sakit untuk keperluan studynya.

"Iya kak."
Balas Qonita.

Qonita memasukkan nasi dan bahan lainnya yang telah selesai ia olah untuk membuat nasi goreng. Dan sekarang Qonita memanggil Anisha dengan sebutan Kak, pertanda bahwa hubungan mereka yang semakin dekat.

"Yah, aku tidak punya teman lagi disini." Ucal Anisha mengerucutkan bibirnya.

"Aku akan menghubungimu
setelah sampai disana."

Qonita harus kembali ke Surabaya. Ia ingin memastikan sesuatu saat ini, memastikan jika gadis kecil yang sangat dirindukannya baik-baik saja.
Qonita harap tidak ada hal buruk yang terjadi pada Aisyah. Ia bisa bernapas lega untuk saat ini, karena Daniel tidak lagi menelpon atau mengancamnya. Mungkin pria itu menepati janjinya untuk benar-benar melepaskan Qonita.

"Kamu asli orang Surabaya Qonita?" Tanya Anisha. Ia terlihat berpikir.

"Tapi kak Furqon bilang pernah melihatmu di Jakarta sebelumnya."
Ucapnya heran.

Qonita menghentikan gerakan tangannya diatas wajan. Ia menggenggan erat spatula ditangannya. Senyum yang tadi menghiasi wajah cantiknya sirna seketika.

Qonita menatap Anisha yang sedang memainkan ponselnya lalu mematikan kompor. Ia menuangkan nasi goreng ke atas piring cantik corak bunga-bunga lalu mengangkatnya ke meja makan mini milik Anisha.

"Wah, sudah selesai ya? Kelihatannya enak." Anisha meletakkan handphonenya dan mengambil sendok untuk mencicipi.

Baru saja Anisha ingin menyuapi nasi goreng miliknya ke dalam mulut. Tapi gerakan tangannya terhenti.

"Oh iya, pertanyaanku belum dijawab. Kamu sebenarnya tinggal dimana?"

Qonita menatap wajah Anisha yang tersenyum cerah. Sepertinya perempuan itu sangat ingin tahu tentangnya.

"Aku...Aku tinggal di Surabaya sekarang."

Anisha yang mendengar itu memandang dengan dahi berkerut.
"Sebelumnya kamu tinggal di Jakarta?" Tanya Anisha lagi.

Anisha sangat penasaran dengan Qonita, karena gadis itu jarang menceritakan tentang dirinya. Selama beberapa hari Qonita tinggal bersamanya hanya Anisha yang selalu bicara banyak.

Qonita masih diam. Namun, akhirnya gadis itu mengangguk.

"Orang tua kamu tinggal dimana?"

Deg

Pertanyaan Anisha suksese membuat jantung Qonita berdetak tak seperti biasanya. Selama beberapa hari ini Qonita mampu menghilangkan pikiran tentang keluarganya. Namun, sekarang ia mengingat kembali sesuatu yang seharusnya ia hindari.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang