37

90 10 0
                                    

Qonita menuruni anak tangga rumahnya dengan kepala tertunduk.
Sama sekali tidak bersemangat. Padahal kemarin sepulang dari mengunjungi Anisha, Qonita terlihat baik-baik saja bahkan bisa dibilang sangat bahagia.

Mana mungkin Qonita bisa bersikap seperti biasanya terlebih setelah makan malam kemarin. Ayahnya mengatakan jika Julian melamarnya tapi Adam menolak.

Tidak, Qonita tidak memiliki perasaan apapun pada pria itu. Tapi perkataan Adam selanjutnya lah yang membuat Qonita syok hingga menjatuhkan sendok yang ada ditangannya.

"Ayah sudah menerima pinangan laki-laki lain."

Qonita ingin menolak, baru saja membuka mulutnya hendak protes. Tapi ia langsung terdiam saat Adam kembali berbicara.

"Dia imam yang baik untukmu."

Entah kenapa saat keluar kalimat itu dari mulut Adam Qonita tidak bisa melakukan apapun selain menerima.

Qonita menghembuskan napas gusar. Ia saat ini tengah berada di halaman belakang rumahnya. Tempat itu begitu luas dan sejuk.

Qonita duduk di salah satu ayunan yang ada disana. Dulu, saat kecil ia sangat senang bermain ayunan bersama bundanya. Dan dulu Qonita juga sering merengek untuk makan disana disuapi oleh Zahra, Qonita kecil begitu manja.

Qonita mengadahkan wajahnya ke langit. Cuaca hari ini sangat cerah bahkan bisa di bilang panas. Untung saja disana banyak pepohonan rindang yang menyejukkan dan rumput hias yang sengaja ditanam.

Suara deheman seseorang berhasil mengalihkan perhatian Qonita.

"Umma."

Fatimah tersenyum lalu duduk disalah satu ayunan disamping Qonita. Sebenarnya ada tiga ayunan di halaman belakang rumah mereka.

"Ada apa sayang?"
Tanya Fatimah. Pasalnya wajah Qonita terlihat murung saat ini.

Qonita menggeleng.
"Tidak apa-apa umma."

"Apa kamu tidak setuju dengan rencana pernikahan ini?"
Tanya Zahra lagi.

Qonita kembali menggeleng lemah.

"Jika kamu tidak ingin melanjutkannya. Umma akan bicara pada ayah agar lamarannya dibatalkan."

"Tidak umma, aku setuju."
Jawab Qonita cepat.

Walau ia tidak menyukai rencana pernikahan ini. Tetap saja Qonita tidak mau membatalkannya. Karena tentu saja itu akan mempermalukan pria yang telah mengkhitbahnya dan juga ayahnya.

Qonita memantapkan hati. Ia yakin ini pasti yang terbaik. Lagi pula ayahnya tidak mungkin sembarangan dalam memilih pendamping untuknya.

"Umma aku ke kamar dulu ya."
Ucap Qonita. Kemudian mencium kedua pipi ibu sambungnya itu.

Zahra tersenyum lemah. Apa Qonita begitu sedih karena rencana pernikahan ini?

Qonita menghempaskan tubuhnya ke kasur. Rasanya sangat melelahkan. Kenapa kemarin ia bisa begitu bahagia? Dan kenapa sekarang rasanya seperti dijungkir balikkan?

Furqon. Hati Qonita kembali bergemuruh ketika mengingatnya. Ia baru sadar, sadar jika selama ini dirinya memiliki perasaannya pada pria itu.

Tapi kenapa saat ia menyadari semuanya malah seperti ini?

Semalam Qonita berpikir keras saat ayahnya mengatakan jika ia sudah dikhitbah oleh seorang pria dan satu bulan lagi Qonita akan menikah. Tapi kenapa wajah Furqon yang langsung berputar dikepalanya? Dan Ketika mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Adam rasanya begitu nyeri dan menyesakkan.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang