02

274 24 0
                                    

Seorang siswi berwajah ceria dengan balutan seragam yang berbeda dari siswi lainnya. Ya, hanya Zahra yang memakai seragam seperti itu.

Dengan senyum sumringah ia menyapa dan membalas sapaan orang di dekatnya. Dia berjalan cepat, melewati lorong sekolah yang sudah cukup ramai.Tujuannya hanya satu menyapa seorang gadis yang beberapa hari ini telah menjadi temannya di sekolah. Bahkan Zahra telah menganggapnya sahabat.

Setelah beberapa hari selalu menempel pada Qonita, Zahra mengetahui sesuatu. Jika sahabat barunya itu sangat tertutup pada orang lain. Bahkan kemarin saja Qonita sangat pelit berbicara dengannya. Zahra berbicara seolah dengan dirinya sendiri.

"Assalamualaikum Alqonita Fatin?"
Sapanya dengan senyum mengembang begitu sampai di kelasnya.

Qonita diam beberapa saat, namun sikapnya kali ini mulai menunjukkan jika dirinya mulai menerima kehadiran Zahra, tidak seperti hari-hari sebelumnya.

"Waalaikumsalam."

Zahra langsung diam, ia terkejut mendengar balasan salam dari Qonita. Pasalnya beberapa hari yang lalu saat dirinya menyapa atau mengatakan sesuatu, Qonita selalu diam. Dirinya sangat sulit untuk meminta gadis itu berbicara. Tapi pagi ini ia merasa begitu bahagia, terlebih melihat sedikit sudut bibir Qonita yang terangkat walaupun hanya beberapa detik saja.

Zahra menghamburkan diri memeluk Qonita. Qonita yang tidak siap menerima pelukan itu hanya diam tidak membalas pelukannya.

Sudut bibir Qonita sedikit terangkat. Dan itu adalah senyum keduanya pagi ini. Senyum yang sangat langka untuk seseorang sepertinya.

Qonita merasa aneh, ada-ada saja teman barunya itu. Bahkan sekarang Qonita mengakui jika Zahra adalah satu-satunya teman yang ia miliki di sekolah.

"Bagaimana kalau istirahat nanti kita langsung ke kantin?"
Tanya Zahra setelah melepaskan pelukannya.

Gadis yang ditanya hanya diam. Rasanya kedua sudut bibirnya berkedut karena menahan senyum.
Sebab setiap pagi Zahra selalu meminta dan mengatakan hal yang sama. Bahkan Qonita sudah hapal dengan rengekan Zahra selanjutnya.

"Apa tujuanmu ke sekolah hanya untuk itu?"
Ucap Qonita masih saja dengan nada bicara dingin khasnya.

"Ih, Qonita Jahat."

Rajuk Zahra mencebikkan bibirnya pertanda jika ia sedang kesal. Namun Qonita sama sekali tidak terpengaruh dengan hal itu.

"Qonita kita ke kantin setelah pelajaran pertama selesaikan? Mau ya? Kita makan di kantin, aku lapar belum sarapan. Ya, Qonita?"
Zahra bertanya harap sambil menggoyangkan lengan gadis itu.

Setiap pagi ia selalu meminta Qonita menemaninya makan setelah jam pertama. Merajuk dan merengek selalu Zahra lakulan. Ia bahkan berakting kesal agar Qonita mau mengikuti keinginannya.

Qonita mengangguk setelah beberapa menit. Zahra bersorak senang, ia tersenyum sangat lebar mendengar jawaban Qonita. Sungguh ia begitu bahagia pagi ini karena ini pertama kalinya Qonita mau menuruti keinginannya.

"Tapi... apa kamu mau shalat dhuha denganku dulu?"
Tanya Zahra ragu.

Pasalnya pagi ini dia sudah dua kali meminta sesuatu pada sahabat barunya itu, yang selama ini selalu mengabaikan keberadaannya. Tapi tidak berlebihan bukan permintaannya?

Hening, tidak ada jawaban. Zahra mencoba tersenyum pada Qonita walau tidak selebar tadi. Ada sedikit rasa kecewa yang Zahra rasakan. Hanya sedikit.

Qonita hanya menatap Zahra seperti biasanya. Entahlah, tiba-tiba saja
ia menarik lengan Zahra cepat dan mensejajarkannya untuk berjalan beriringan dengannya.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang