03

226 28 0
                                    

Qonita melangkah cepat menuju kamarnya. Tatapan lurus kedepan memikirkan sesuatu yang sedari tadi menggangu pikirannya. Ia bahkan menghiraukan panggilan Fatimah yang memanggilnya untuk makan.

Qonita meletakkan tas di sebelah meja kaca besarnya, ia beranjak ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan menganti seragam sekolah.

Qonita sudah tidak lagi memakai seragamnya sekarang. Kaos potongan pendek abu-abu dan celana longgar yang biasa ia pakai sehari-hari.

Qonita duduk di depan meja rias dan melihat pantulan wajahnya disana, tampak seorang gadis berambut panjang hitam legam yang tidak memiliki ekspresi wajah sama sekali.

Qonita memejamkan mata sebentar dan kembali membukanya. Sejak tadi siang ucapan Zahra selalu terngiang-ngiang dibenaknya.

"Aku sangat ingin menjadi orang yang sukses dan membahagiakan kedua orang tuaku, tapi ummiku selalu bilang 'kamu akan sangat membahagiakan ummi dan abi jika kamu menjadi anak yang sholehah, anak yang baik akhlaknya. Ummi hanya ingin itu, kamu yang akan menjadi jembatan bagi kami untuk menuju surgaNya dan kita akan di kumpulkan bersama nanti disana.

Ingatlah sayang semua yang ada pada diri kita adalah milik Allah dan kamu harus bersyukur atas nikmat Allah yang di berikanya padamu. Sungguh kita akan termasuk kedalam golongan yang merugi jika menyia-nyiakan apa yang diberikan Allah untuk hal yang dimurkaiNya.' aku sangat ingin membangun istana surga untuk mereka." Ucap Zahra dengan mata berbinar bahagia. Ia melirik Qonita yang hanya diam menyimak ceritanya. Zahra tersenyum senang melihat ada tatapan antusias dari mata Qonita.

"Makanya aku ingin menghapal ini."
Zahra menunjuk Al qur'an miliknya yang berwarna hijau toska yang merupakan hadiah dari Abinya.

"Dalam hadits disebutkan jika aku bisa menghapal semua isinya aku akan memberikan sorban kepada kedua orang tuaku di surga nanti dan juga pakaian yang tiada tara dengan pakaian di dunia. Wah keren kan? Aku yakin Ummi dan Abi pasti akan sangat bahagia. Tapi bukan hanya sekedar di hapalkan saja tapi aku juga harus mengamalkannya."
Zahra terkekeh pelan karena ucapannya sendiri.

Qonita kembali ke dunianya. Ia menatap cermin dengan pandangan kosong, namun diamnya bukan berarti dia tidak memikirkan apa-apa.

Ia juga ingin seperti Zahra membangun istana di surga untuk kedua orang tuanya, namun keadaannya berbeda dengan Zahra.
Ia tidak mempunyai orang tua yang lengkap lagi.

Kehadiran Fatimah tidak bisa menggantikan posisi bundanya, dan tidak akan pernah. Walau Fatimah sudah mengurusnya dari kecil semenjak bundanya meninggal karena kecelakaan tujuh tahun yang lalu.

Qonita tidak membenci Fatimah, hanya saja menurutnya tante
sekaligus ibu sambungnya itu tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Zahra, wanita yang telah melahirkannya. Terlebih ia sangat menyayangi bundanya.

Qonita berjalan menuju lemari pakaiannya, ia mengambil gamis dan kerudung senada. Gamis yang sangat indah milik Allmarhumah bundanya.

Ia mencoba gamis itu. Begitu cantik dan sangat pas dengan tubuh miliknya. Qonita mengambil kerudung dan memakainya. Sungguh bayangan gadis dicermin itu sangat mirip dengan Zahra saat muda.

Qonita menyentuh wajahnya sendiri dan tersenyum miris. Ia mengingat sesuatu.

"MasyaAllah anak bunda sangat cantik."

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang