40

47 5 0
                                    

Qonita saat ini masih duduk dengan cemas. Ia sendirian didalam kamarnya dengan riasan tak biasa yang justru membuatnya semakin gugup.

Qonita kembali menatap jam di dinding. Kenapa waktu berlalu begitu cepat?

Ingatan Qonita kembali pada kejadian seminggu yang lalu, dimana ia bertemu dengan calon suaminya.

"Assalamualaikum Qonita."

Deg

Qonita mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk, ia menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Apa ini mimpi? Jika benar mimpi, kenapa semua orang ada disini?

"Ayo duduk sayang."

Ajak Fatimah melihat Qonita yang masih berdiri kebingungan.

"MasyaAllah, ini yang namanya Qonita ya? Kamu sangat cantik sayang, pantas saja anak ummi jatuh cinta sama kamu." Ucap wanita paruh baya yang duduk disamping pria yang kira-kira seumuran dengannya. Mungkin itu suaminya.

Dia!

Furqon masih menatap Qonita lama. Gadis itu terlihat sangat menawan malam ini. Untuk pertama kalinya Furqon melihat Qonita memakai riasan yang membuatnya semakin cantik saja.

"Belum halal."

Furqon langsung mengalihkan pandangan saat mendengar teguran halus umminya. Sedangkan yang lain terkekeh pelan.

Astagfirullah, jagalah matanya.

"Sayang kok kamu diam aja?"

Fatimah masih menggenggam tangan Qonita yang duduk disampingnya.

"Kalian kenapa diam? Jangan malu-malu di depan kami nanti jatuhnya malah malu-maluin loh." Goda Arna.

Semua orang yang ada disana kompak tertawa. Lain halnya dengan Furqon maupun Qonita yang masih diam.

"Ini sebenarnya ada apa?" Tanya Qonita.

Untuk ketiga kalinya mereka kompak tertawa. Qonita sangat lucu.

"Malam ini kita akan membicarakan tentang pernikahan kalian. Apa kamu lupa?"

Qonita semakin bingung mendengar perkataan Adam.

"Ka... kalian?" Qonita menunjuk dirinya sendiri lalu beralih menatap Furqon tak percaya.

"Apa calon menantuku lupa dengan pernikahannya sendiri?" Tanya pria paruh baya seusia Adam, Hermawan. Pria itu tak lain adalah Abi Furqon.

"Om, tante apa aku boleh berbicara dengan Qonita sebentar?"

Tiba-tiba keheningan menerpa ruangan yang tadinya riuh. Furqon mendadak gugup.

"Kalian berdua bicaralah, kami akan menunggu di ruang makan. Setelah selesai bergabunglah bersama kami. Ingat satu minggu lagi kalian akan menilah, jadi jangan macam-macam!"

Furqon dan Qonita kompak mengangguk mendengar perkataan Adam. Nada bicara pria itu sangat tegas sehingga membuat mereka takut secara bersamaan.

Qonita memperhatikan orang-orang yang pergi meninggalkan mereka.
Selain Adam dan Fatimah juga ada sepasang suami istri yang pastinya adalah orang tua pria di depannya ini.

Hermawan menepuk bahu putranya sebelum melangkah pergi.

Furqon dan Qonita masih diam. Mendadak ruangan itu kembali hening.

"Qonita."

"Ini sebenarnya ada apa?"

Untuk kedua kalinya Qonita mengajukan pertanyaan yang sama malam ini. Gadis itu masih bingung dengan apa yang terjadi.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang