Seorang siswa laki-laki berjalan dengan langkah pelan. Senyum ramah tak pernah luput dari wajahnya saat orang lain menyapa. Dia menggenggam erat sesuatu di tangannya, sesuatu yang amat ia sukai. Sekolahnya masih sepi saat ini karena ia datang lumayan pagi.
Siswa laki-laki itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia terperangah, seorang siswi terduduk di atas lantai saat ia berjalan mengitari sekolah menuju perpustakaan.
"Kamu kenapa Ra?"
Zahra yang melihat itu sontak kaget. Saat mendongak, Aldo sudah ada di depannya. Ia hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa.
"A...aku nggak apa-apa kok."
"Siapa yang ngelakuin ini sama kamu?"
Tanya Aldo khawatir.Ia sangat terkejut awalnya, melihat seseorang yang terduduk dilantai dekat gudang. Dan Aldo sudah menduga jika itu adalah Zahra, teman sekelasnya.
"Aku nggak apa-apa Do!"
Ia tidak mungkin menceritakan ini pada Aldo. Lagi pula jika Zahra memberitahu orang lain itu sama saja dengan menambah masalah baru. Zahra hendak beranjak dari tempatnya duduk saat ini, namun urung saat Aldo menahan bahunya.
Dengan cepat Zahra menepis tangan laki-laki itu. Sungguh ia tidak suka di sentuh oleh seseorang yang bukan makhromnya.
******
Qonita dengan langkah berat bangun dari ranjangnnya. Ia tidak pernah tidur nyenyak lagi semenjak dirinya meninggalkan rumah. Dulu, Qonita pikir ia akan baik-baik saja jika pergi, namun perkiraannya salah.Berulang kali mimpi itu terus terulang. Bukan mimpi buruk, tapi mimpi disaat Qonita kecil yang sangat bahagia dalam gendongan ayahnya.
Hangat, nyaman, dan rindu yang melanda hatinya disaat bersamaan. Namun rasa egois akan amarah selalu menguasai dirinya. Ia tak akan pernah bisa melupakan semuanya.
Qonita sudah selesai membersihkan diri. Ia mengambil celana jeans hitam dan baju potongan tanpa lengan miliknyanya dari dalam lemari. Tak lupa jaket hitam untuk menutup tubuhnya.
Lebih dari dua minggu ia pergi dari rumahnya. Hanya ada dua orang yang ada dipikirannya saat ini. Adam dan Zahra.
Qonita mengambil ponsel diatas nakas miliknya. Cukup lama ia tidak
mengaktifkan benda pipih itu agar tidak ada yang mengganggunya.Drrrtt...
Drrrtt...
Drrrtt...Bunyi ponsel Qonita begitu di aktifkan. 986 panggilan tak terjawab dan 437 pesan yang masuk selama dua minggu ini.
Ayah
Fatimah
Zahra
Bu HalimahEmpat orang itu yang selalu menghubunginya. Qonita tersenyum sinis melihat orang kedua yang tampak seolah-olah mengkhawatirkannya. Padahal Qonita yakin jika Fatimah hanya bersandiwara agar Adam percaya padanya.
Qonita kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia menimang-nimang kartu nama yang ada di tanggannya saat ini. Dan akhirnya ia kembali memutuskan untuk mengambil ponselnya. Qonita akan mencari tahu perusahaan apa yang ada di alamat itu.
Baru saja Qonita mengaktifkan data miliknya. Ia di kejutkan dengan apa yang di lihatnya saat ini.
Ia harus ke Jakarta sekarang. Zahra!
Qonita dengan cepat memesan taxi online yang selalu di gunakannya kemanapun. Ia akan ke terminal untuk kembali ke Jakarta. Rasa khawatir melanda hatinya sekarang.
Qonita berulang kali mengumpat kesal dalam hati, jalanan sangat macet pagi ini. Wajar saja sebenarnya karena banyak sekali orang beraktifitas disetiap pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA
EspiritualApakah aku bisa kembali? Akankah ada yang bisa mengembalikan semuanya seperti semula? ~Alqonita Fatin~ Serahkan semua padaNya ~.....~