32

109 15 6
                                    

Rintiknya hujan terasa begitu menenangkan bagi Qonita. Ia sengaja membuka jendela kamarnya lebih lebar dan berdiri di sana, menatap gelapnya malam tanpa bintang.

Qonita mengulurkan tangannya dan memejamkan mata. Merasakan tetesan demi tetesan air yang turun. Rasa begitu dingin, namun menyegarkan.

Qonita tersenyum. Menghirup udara malam yang terasa begitu segar
karena hujan, aroma tanah yang menguar setelahnya.

Qonita kembali berbaring di ranjangnya, membiarkan jendela kamarnya terbuka lalu beralih menatap langit kamar.

Rasanya hari yang sangat menyenangkan sekaligus melelahkan selalu dilalui Qonita. Senin sampai jumat ia selalu berada di sekolah hingga sore mendatang. Dan dua hari selanjutnya Qonita akan berada di pesantren milik abi Zahra yang ada di daerah Jakarta utara, yang sebenarnya lumayan jauh dari tempat tinggalnya.

Sekarang Qonita juga menuntut ilmu di Ponpes milik Abi Zahra. Banyak pengetahuan baru yang diperoleh Qonita selama disana. Seperti tadi sore, saat ada liqo. Ia bertemu dengan beberapa santriwati dari ponpes lain, karena ada liqo gabungan di sana yang mempertemukan dua kelompok liqo masing-masing Ponpes.

Qonita bersyukur karena bisa dengan cepat berinteraksi dengan mereka. Sebab mereka juga menerima kehadiran Qonita dengan baik.

Biasanya sahabatnya, Zahra. Selalu
menemaninya ketika belajar di Ponpes milik abinya, tapi tidak untuk hari ini. Sahabat baiknya itu pulang ke kampung halamannya yang ada di daerah Bandung.

Ketukan pintu mengalihkan perhatian Qonita. Ia kemudian bangkit dari posisinya.

"Sayang makan malam dulu."

"Iya umma."
Sahut Qonita membalas panggilan Fatimah yang menyuruhnya makan malam.

Kondisi Fatimah mulai membaik saat ini. Ia bangun dari komanya setelah lima bulan lebih terbaring di ranjang rumah sakit.

Qonita dan Adam merasa sangat terpuruk kala itu. Karena melihat kondisi Fatimah yang masih tidak sadarkan diri. Terlebih dokter yang menangani Fatimah mengatakan jika kondisi wanita itu tidak mengalami kemajuan sama sekali.

Dalam shalatnya Qonita dan Adam selalu berdoa agar Allah menyembuhkan Fatimah. Karena Allah lah satu-satunya Pemberi Pertolongan pada setiap hambaNya. Dan Qonita sangat bersyukur Allah Maha baik karena mau mengabulkan permintaannya.

Dan tentang tabrakan malam itu bukanlah tabrakan biasa. Karena memang ada seseorang yang berniat ingin mencelakai Qonita. Qonita bahkan tidak mengira jika orang yang berniat membunuhnya adalah orang yang sama dengan orang yang menculik Aisyah. Daniel.

Daniel sangat murka semenjak kejadian malam itu. Ia masih tidak terima karena kalah dari Furqon. Daniel bahkan mengamuk dan memukuli anak buahnya setelah sadar dari kejadian malam Qonita lepas darinya.

Terlebih saat itu, Daniel melihat Qonita keluar dari mobil pria yang telah merebut gadis itu darinya.
Alhasil, Daniel yang kalut ingin menabrak Qonita. Baginya jika ia tidak bisa memiliki gadis itu. Maka Orang lainpun tidak akan bisa memilikinya.

Sungguh tragis rasa yang hanya berlandaskan nafsu.

Namun, Qonita dan keluarganya sudah melupakan kejadian tersebut. Lagi pula Daniel sudah mendapatkan hal yang setimpal dengan perbuatannya. Ia ditangkap oleh pihak kepolisian di apartemennya seminggu setelah kejadian malam itu.

Qonita berjalan menuruni anak tangga. Ia yakin kedua orang tuanya sudah menunggunya di meja makan.

Waktu berlalu begitu cepat. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun.
Banyak hal yang terjadi selama hampir setahun ini. Suka dan duka mewarnai semuanya. Namun akhir tawa bahagialah yang Qonita harapkan.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang