08

218 27 3
                                    

Seminggu berlalu semenjak kejadian Qonita mulai berbicara lagi dengan orang tuanya. Dan dalam waktu itu pula ia mulai melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan perintah Tuhannya kembali.

Ia mulai melaksanakan shalat tepat waktu. Ya, diakuinya itu sangat sulit terlebih Qonita sudah sangat lama tidak melakukannya.

Fatimah yang sangat bahagia melihat perubahan Qonita pun ikut andil dalam setiap langkah Qonita. Dia yang selalu membangunkan Qonita ketika subuh. Benar bukan jika shalat subuh merupakan shalat yang sering kita lalaikan waktunya dalam hal yang wajib.

Walau Qonita belum juga memakai hijab tapi Fatimah tidak pernah memaksakan hal itu. Hanya saja ia akan selalu memuji Qonita jika memakai jilbab, mencoba menyanjung Qonita agar terbesit dalam hatinya untuk berhijab.

Jika di perhatikan perubahan Qonita masih sangat minim. Ia baru memulai semuanya dengan melaksanakan shalat wajib dan berusaha bersikap baik pada orang lain. Walau hanya mencoba membalas senyum yang di berikan untuknya.

"Kamu mau ikut PTB nggak Qonita?
Tanya Zahra.

Ia duduk dikursinya yang berada disebelah meja sahabatnya.

Qonita mengerutkan dahi.
"PTB?" tanyanya agak kebingungan.

"Oh kamu belum dengar pengumuman ya. PTB itu Pembinaan Tunas Bangsa. Ekstrakulikuler baru di sekolah. Tadi diumumin sama Ummi Sri, Ummi Sri itu pembinanya. PTB itu kayak membahas tentang kajian Islam gitu."

Qonita yang mendengar itu hanya manggut-manggut sambil menatap buku di depannya.

Bagus juga kayaknya.

"Ummi Sri guru Agama?

Zahra mengangguk membenarkan pertanyaan Qonita.

"Aku ikut, kalau kamu?"
Tanya Qonita.

"InsyaAllah aku juga ikut,"

"Kamu coba tiap hari kayak gini deh, cantik banget tauk, senyum kamu yang langka itu bikin nagih. Apalagi kalau ketawa, merdu banget. Ketawa bidadari disurga aja lewat."
Goda Zahra, kemudian terkekeh senang.

Memang benar sedari tadi Qonita yang biasanya hanya diam bila ada yang menyapa dengan wajah dingin miliknya mulai tersenyum pagi ini.

Setiap orang yang menyapa dibalasnya dengan senyum tipis. Walau senyum itu hanya berlaku untuk para siswi perempuan saja.
Tapi siswa laki-laki yang melihat perubahan sikap Qonita pun tersenyum lebar. Dalam hati mereka berteriak melihat senyum manis itu.

"Qonita makin aduhai aja, nanti malam jalan yuk?"

Ajakan itu membuat Qonita ingin menghajar seseorang. Karena tidak hanya satu saja yang berani berbicara seperti itu padanya.

"Wiiih, lo kok tambah cantik aja Ta. Minta nomor boleh dong."

Bla, bla, bla...

Dan mereka lari terbirit karena Qonita yang kembali berubah dingin seperti semula. Bahkan berteriak diwajah mereka.

Astagfirullah, dirinya baru saja ingin membuka diri. Kenapa mereka malah kurang ajar padanya?

Qonita kembali menggores-gores sesuatu di bukunya ia hanya bergumam sekenanya membalas ucapan Zahra.

"Nggak usah jaim gitu dong, makin tambah cantik jadinya ."
Timpalnya menggoda Qonita lagi.

Qonita kembali mendongak.

"Emang keturunannya cantik."

Zahra terkekeh pelan mendengar ucapan Qonita. Sahabatnya yang dulu sangat dingin ternyata juga bisa bergurau dengan percaya dirinya. Ia sungguh senang melihat perubahan Qonita yang sangat drastis seminggu ini.

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang