Epilog

64 7 0
                                    

Qonita melihat jam ditangannya berulang kali. Sesekali menatap jalanan yang begitu ramai sore ini. Qonita baru saja pulang dari rumah sakit, tempatnya bekerja.

"Pak macetnya masih panjang?"

"Iya buk."
Jawab supir yang bekerja di rumah Qonita.

Qonita mengangguk. Semoga saja macet di depan sana cepat teratasi. Sehingga ia tidak terlambat pulang ke rumah. Hal seperti ini sudah menjadi rutinitas bagi Qonita yang tinggal di ibu kota. Entah sampai kapan masalah macet akan benar-benar bisa teratasi. Apa dengan rencana pemindahan ibu kota Indonesia akan mengatasi segalanya? Seperti macet sekarang ini?

Setelah menunggu hampir satu jam lalu lintas baru bisa dilalui seperti biasa. Qonita menghembuskan napas lega.

"Pak tolong cepet ya, soalnya ini udah sore takutnya nanti macet lagi."

Supir Qonita yang bernama Supri itu mengangguk.
"Baik buk."

Qonita kembali menatap jam di tangannya. Semoga saja perjalanannya tidak mendapat kendala lagi.

*****

Qonita sampai di rumahnya menjelang magrib. Ia membuka pintu mobil cepat. Semoga saja orang itu belum sampai rumah dan Qonita lebih dulu tiba darinya.

"Enggak usah pak."
Cegah Qonita saat pak Supri ingin membukakan pintu mobil untuknya.

Qonita berjalan memasuki rumah dengan langkah pelan. Saat ia hendak membuka pintu sudah ada seseorang yang lebih dahulu membukakan pintu itu untuknya.

Qonita tersenyum. Bi Ijah seperti biasa menyambutnya setelah pulang bekerja.

"Sini buk saya bawain."

"Gak usah mbok."
Cegah Qonita.

"Yo jangan toh buk, ibuk kan baru pulang kerja. Pasti Capek. Sini saya bawain."

Bi Ijah mengambil alih tas yang dibawa Qonita. Ia mengantar Qonita menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Ibu ndak capek?"

Qonita menggeleng.

"InsyaAllah saya akan cuti minggu depan."

"Hehe, iya ya buk. Perut ibu udah besar. Iya kan de? Ibuk capek ya kerja sambil bawa kamu terus. "

Bi Ijah berbicara sambil menatap perut besar Qonita.

Qonita tersenyum. Ia mengelus perutnya. Kini kehamilannya sudah memasuki usia sembilan bulan. Semakin hari Qonita semakin kesusahan untuk berjalan. Hal yang dialami kebanyakan wanita hamil, cepat lelah dan hormon yang tidak stabil sehingga membuat suasana hatinya sering berubah-ubah.

Sejak itulah Furqon memperkerjakan supir dan Aisten Rumah Tangga untuk membantu Qonita. Awalnya Qonita selalu bekerja diantar oleh Furqon dan jika suaminya itu tidak bisa karena kesibukannya Qonita akan berkendara sendirian. Tapi saat Qonita memberitahukan kabar kehamilannya pada suaminya itu, Furqon seketika membuat banyak peraturan. Ia mempekerjakan pak Supri dan bi Ijah, tentunya atas rekomendasi kedua keluarga besar mereka.

Bi Ijah sebenarnya adalah pembantu di rumah Arna, mertua Qonita. Ia sudah bekerja di rumah keluarga Furqon sejak pria itu masih bayi. Wanita yang sudah berumur itu begitu dekat dengan keluarga Furqon bahkan pria itu sudah menggapnya sebagai bagian dari keluarga. Sehingga dipercaya membantu Qonita mengurusi rumah.

Bi Ijah yang kini bekerja dengan Qonita merupakan hasil paksaan dari Arna dan juga Fatimah. Qonita kekeh menolak mempekerjakan Asisten Rumah Tangga.  Mertuanya itu tidak membolehkan Qonita bekerja terlalu lelah. Qonita sangat sibuk. Bekerja seharian di rumah sakit lalu pulang membersihkan rumah. Arna yang melihat itu menjadi tidak tega. Pasti sangat memelahkan terlebih Qonita sedang mengandung cucu pertamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang