Qonita membeku ditempatnya. Rasanya pijakan dibumi ini tak lagi ada, bahkan jika boleh memilih ia akan lebih bahagia jika bisa ditenggelamkan sekarang juga.
Qonita menatap kosong surat di tangannya.Ya Tuhan! Setelah membaca surat itu ia bisa menyimpulkan sesuatu, sesuatu yang mengerikan.
Bundanya meninggal karena Fatimah.
Qonita dengan langkah cepat keluar dari kamar mendiang bundanyanya.
Ia tidak bisa berpikir jernih lagi sekarang. Kue yang ia belikan untuk Fatimah pun sudah tergeletak dilantai.Qonita masih tidak percaya. Bagaimana mungkin? dada Qonita bergemuruh. Dunianya yang dulu begitu kelam dan baru saja merasa ada sedikit Cahaya, sekarang justru masuk ke dalam jurang yang paling dalam. Gelap, tak ada sedikitpun penerangan.
Kenapa ini harus terjadi padanya? Apa penderitaannya selama ini tidak cukup? Dan sekarang menambahnya dengan penderitaan yang lebih menyakitkan.
Qonita menghembuskan napas gusar. Kenapa Tuhan selalu saja mempermainkan dirinya? Tuhan tidak pernah Adil! Setidaknya itulah yang ia rasakan sekarang.
Qonita melangkah cepat menuju kamarnya. Ia bergegas mengambil handphone dan boneka pemberian bundanya.
Qonita dengan cepat memesan taxi online untuk menjemputnya. Ia akan pergi, pergi sejauh-jauhnya. Dimana tak ada satu orang pun yang akan
menemukannya. Qonita rasa akan lebih baik jika begitu meninggalkan tempat yang sekarang terasa begitu buruk. Tempat dimana selama ini ia tinggal bersama iblis.Menghilang, ia akan menghilang untuk selama-lamanya.
Qonita memperhatikan banyak orang berlalu lalang dan gedung yang menjulang tinggi. Ia membuang napas, Kenapa hanya dirinya yang hidup seperti ini?!
Qonita saat ini tengah duduk dikursi penumpang. Sesuai dengan yang ia inginkan, ia akan pergi jauh. Setelah menempuh perjalanan yang hampir menghabiskan waktu satu hari menggunakan bus, akhirnya Qonita sampai disebuah gedung yang tinggi. Mungkin lebih tepat gedung apartemennya.
Ya, Qonita memiliki apartemen sendiri, tanpa ada satupun yang mengetahuinya termasuk Adam.
Qonita sudah membelinya hampir tiga tahun, ia mengumpulkan uang hasil perlombaan di sekolah dan tabungannya.Qonita sudah berpikir dari jauh hari, jika suatu saat ia akan pergi dari rumah ia akan tinggal disini, di apartemennya.
Qonita melangkah pelan memasuki gedung itu. Menaiki lift menuju lantai lima, tempatnya akan tinggal.
Ting...
Pintu lift terbuka dan ia segera masuk menuju apartemen miliknya. Qonita membuka pintu, ruangan yang cukup besar. Satu kamar tidur, ruang tengah dan dapur. Qonita rasa ia akan betah jika tinggal di sini.
Cukup jauh jarak antara rumah dan sekolahnya dari apartemen. Ia ragu akan tetap melanjutkan sekolah atau tidak, karena jika Qonita tetap pergi ke sekolah ia yakin Adam pasti akan menemukannya. Tentu saja ia akan di bawa lagi ke rumah itu dan Qonita tidak ingin hal itu terjadi.
Qonita merebahkan diri ke kasur, terasa nyaman. Tapi itu sama sekali tidak membuat hatinya membaik. Ia ragu jika masih memiliki hati sekarang, karena ia tidak bisa merasakan apa-apa.
Hampa, itulah yang ia rasakan.
Tiba-tiba saja Qonita tersenyum atau lebih tepatnya mengejek dirinya sendiri. Kenapa dirinya selalu seperti ini? hidup tapi tak merasakan apapun. Kenapa malam itu Zahra tidak membawanya? Mungkin saja ia akan bahagia jika bersama dengan bundanya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA
EspiritualApakah aku bisa kembali? Akankah ada yang bisa mengembalikan semuanya seperti semula? ~Alqonita Fatin~ Serahkan semua padaNya ~.....~