File 6 : File 73

8.7K 706 8
                                    

Tumpukan berkas masih menunggu jemari kurusnya mulai bekerja. Meski sadar kertas -kertas itu tak akan pernah terisi, sebelum tangannya bergerak tetap saja kuku jempol terlalu menarik.

Krekut! Krekut!

Bunyi kuku tangan yang terkikis gigi terus terdengar. Orang-orang yang penasaran beberapa kali memeriksa, tapi dia malah semakin ketagihan menggigitnya lagi, dan lagi.

Hanya kebetulan! Hanya kebetulan!

Sugesti itu terus ia benamkan, ke dalam kepala rumitnya.

Akhirnya, dia tidak bisa menyangkal lagi. Kejadian pengulangan, serta gadis misterius tempo hari.

Benarkah semua itu hanya kebetulan?

Berapa kali pun, berpikir tetap saja semua itu terasa di luar nalar.

Namun bila bukan, apakah itu sesuatu yang klenik?

Dia menggeleng, tidak mau membenarkan itu.

Pasti ada alasan logis di balik peristiwa ini, pikirnya.

Di luar dugaan, waktu berlalu tanpa adanya solusi yang memuaskan. Berkas kasus yang harusnya dia kerjakan pun, akhirnya terbengkalai. Ia baru tersadar setelah telepon berdering, meronta-ronta dari penyangga.

Kriing! Kriing!

Dengan kesal, Rain mengangkat gagang telepon.

"Apa!!!" bentaknya.

Telepon mendengung. Panggilan sudah terhubung, tapi tidak ada suara yang masuk.

Orang gila, pikirnya.

"Se-per-ti... ka-ta-ku... kan?!"

Suara terbata-bata bak gadis sekarat, merayap dari lubang suara.

"Astaga!!!"

Rain tersentak. Saking kagetnya, tangannya terpental. Kabel telepon terseret, sampai membuat pesawat telepon bergeser.

"Siapa kamu sebenarnya?!" Rain.

"Ka-lau ka-mu i-ngin ta-hu.... pergi-lah ke... gu-dang!"

"Berhenti bicara seperti itu!"

"Di... bela-kang, ru-ang inte-rogasi! Temu-kan... file... 73! Rak... ke-ti-ga!"

Tuuut! Tuuut! Tuuut!

Pertanda panggilan diputus, menderu.

Rain mengernyit dahi. Peluh sedikit menetes dari keningnya yang terlipat. Keringat dingin bercucuran, padahal hanya beberapa menit panggilan berlangsung. Hari sudah sore, pekerjaannya pun, jauh dari kata beres. Akan tetapi, pikirannya tidak kunjung tenang.

Perang batin terus bergejolak. Baik tugas mau pun, cemas keduanya sama-sama tak bisa dikesampingkan. Sampai pada akhirnya, rasa gelisah yang memuncak memenangkan itu. Tumpukan tugas yang bukan main banyaknya pun, tak merubah keputusannya. Hal ini membuktikan, prioritas manusia itu hanyalah sebuah rencana yang dapat dikalahkan nafsu dengan sangat mudah.

Rain mulai menapaki lorong yang mengarah ke sebuah ruangan gelap. Terisi dua buah kursi, sebuah meja kayu penuh gores, serta mesin tik tua. Terdapat pula ruangan kecil yang dipisahkan oleh sebuah jendela satu arah. Tidak salah lagi, itulah ruang interogasi.

"Sebelah ruang interogasi?" pikirnya.

Dia mulai berkeliling, mencari ruangan yang dimaksud.

"Apa ruangan itu maksudnya?"

Rain berhenti, teringat sebuah ruangan yang selalu terkunci, di dekat ruang interogasi.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang