File 35 : Sidang

5.4K 446 48
                                    

Korban berinisal J, seorang prajurit muda yang dirawat akibat keracunan natrium sianida. Jam 11 lewat 3 menit, rumah sakit menyatakan korban meninggal dunia akibat kegagalan sistem pernapasan, dan kerusakan syaraf pusat.

Saat ditemukan, lengan kirinya dalam keadaan lebam dan mengalami pembengkakan. Hasil autopsi menemukan adanya jejak-jejak zat neurotoksin, di dalam pembuluh darahnya. Tetrodotoxin, atau biasa disebut tetrodox, yang juga digunakan untuk eksekusi suntik mati.

Diperkirakan, pelaku menyuntikkan zat yang diklaim 1000 x lebih mematikan dari sianida ini, melalui lengan kiri korban. Secara tertutup, pihak rumah sakit juga mengakui memiliki zat itu, sekaligus menjadi titik terang pengungkapan dugaan adanya pembunuhan.
.....

Berita acara pemeriksaan saksi selesai dibacakan. Sumpah segera dilaksanakan.

Dr. Susilo, ahli bedah rumah sakit umum Distrik 17 berdiri mewakili seluruh instansi.

"Apakah benar, korban meninggal dikarenakan racun itu, bukannya karena sianida?" tanya pihak penuntut.

"Korban secara bertahap sudah menunjukkan tanda-tanda kepulihan, tapi saya tidak bertanggungjawab langsung atas jalannya autopsi," jawab Dr. Susilo, "untuk hal itu, tim forensik Distrik 14 sudah menyatakan kesaksiannya, dan disumpah. Tim penyidik juga sudah mengakui barang bukti yang diajukan, sehingga saya hanya menambahkan," imbuhnya.

"Jadi, anda juga menjamin, korban tewas bukan karena sianida?" pihak penuntut.

Sambil menunjukkan bermacam dokumen hasil pemeriksaan, Dr. Susilo menjawab, "meskipun sianida juga menyerang pernapasan, rasanya sangat tidak mungkin kalau racun dalam skala yang masih bisa kami tangani itu, merusak sistem syaraf separah yang diperlihatkan hasil forensik. Apalagi, Distrik 17 melakukan pertolongan dengan sangat baik."

"Mereka tidak bertindak asumtif, dan segera membawa korban ke rumah sakit. Hasilnya, penanganan bisa segera dilakukan, dan kepulihan korban berangsur-angsur mulai kembali," jelasnya, "ini adalah data-data kepulihan korban, semoga bisa dijadikan referensi."

Pihak penyidik segera mengambil berkas itu, untuk kemudian diperiksa.

"Pihak rumah sakit menyatakan, salah satu zat tetrodotoxin yang disimpan hilang, apakah itu benar?"

"Benar."

"Terimakasih Dokter, silahkan kembali!"

Setelah membacakan kesaksiannya, Dr. Susilo pun, turun. Dilanjutkan dengan pembacaan barang bukti lain, berupa seperangkat alat suntik yang ditemukan di tempat sampah rumah sakit.

Pada suntikan itu, ditemukan sidik jari Indah yang membuatnya dijadikan tersangka utama.

"Bukankah ini hanya buang-buang waktu. Semua bukti ini jelas-jelas mengarah kepada tersangka."

"Keberatan yang mulia! Sidik jari itu bisa saja dimanipulasi!" sanggah pihak pembela.

"Keberatan ditolak, pihak penggugat silahkan lanjutkan!" jawab hakim.

"Baik yang mulia, selain sidik jari, zat tetrodotoxin juga ditemukan pada suntikan itu," jelas pihak penuntut.

"Keberatan yang mulia, klien kami mengaku pulang jam 11, sementara korban tewas jam 11!" Pihak Pembela.

"Interupsi, yang mulia! Pernyataan tergugat tidak berdasarkan bukti, izin menghadirkan saksi kunci!"

"Izin dikabulkan, saksi dipersilahkan masuk!" jawab Hakim.

Suasana Sidang seketika menjadi tegang, terutama keluarga korban. Kehilangan putra merupakan suatu hal yang mengiris hati. Andai diperkenankan, darah yang menetes pasti dibalas darah. Tapi hukum rimba hanya berlaku di hutan belantara. Satu-satunya yang ingin mereka saksikan adalah berjalannya hukum yang adil dan tegak. Dendam hanya akan menciptakan lingkaran setan tak berujung. Dengan tenang, mereka tetap menyaksikan jalannya persidangan.
.....

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang