File 27 : Kisah Si Kliwon

5.3K 469 8
                                    

Rain mendecak, merasa sedikit kesal. Dia yakin, Sersan Brian belum berniat buka suara.

"Ya sudahlah, toh aku tidak merasakan niat buruk," gumamnya.

Dengan ekspresi datar, Rain menyilangkan tangan. Dia masih saja tenang, setelah begitu banyak kejadian yang terjadi. Sersan Brian benar-benar heran. Bukan kali ini saja ia menunjukkan sikap tidak wajar.

"Apakah anda tidak punya rasa takut, izin?" tanyanya.

"Mulut apa kentut, nyaring sekali suaramu!" gerutu Rain.

"Saya sudah dengar soal anda, tapi..."

"Duduklah!" putus Rain.

Ia mengedikkan dagu menuju ke arah kursi, mempersilahkan. Sersan Brian menggeleng. Rain sangat sulit dipahami. Dia baru saja melewati masa kritis, lalu ditodong menggunakan sebuah pistol, tapi pemuda itu seperti tidak terganggu sama sekali.

Jangankan panik, malahan dia terlihat mulai bosan. Matanya sudah seperti orang mengantuk. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa, dengan santainya ia rebahan.

"Apakah dia lupa, apa yang barusan aku lakukan?" gumam Sersan Brian, heran.

Rain memicingkan bibir. Jiwa sarkasnya kambuh lagi, mendengar perkataan itu.

"Apakah kamu punya penyakit ambeien, atau berdiri selamanya memang cita-citamu?" tanyanya.

"Maaf, Komandan, izin!"

Tanpa pikir panjang, Sersan Brian menarik kursi.

Apa yang terjadi benar-benar bertentangan dengan akal sehat. Logikanya semakin tercubit. Tanpa ia sadari, ia duduk layaknya seorang tamu jenguk.

"Situasi macam apa ini? Kenapa kami duduk berdua?" pikirnya.

Seketika, rasa canggung pun, muncul. Bola matanya berputar-putar.

Dilihat dari sudut mana pun, itu semua sangat aneh. Ia semakin merasa gusar.

"Jadi, menodong atasan itu hobimu, atau memang sedang musim?" tanya Rain.

"Hah?!"

Sersan Brian terperangah, setengah mati menahan tawa.

Tubuhnya nyaris terjungkal, mendengar pernyataan itu. Tidak perlu diragukan lagi, Rain memang punya bakat sarkasme.

"Memasukkan recorder ke dalam plastik, buru-buru ke sini setelah menyelesaikan tugas, lalu tiba-tiba menodongkan pistol!" cerocosnya, "marah ketika disebut anggota Distrik 14, sampai merobek seragam sendiri. Dari semua perilaku yang kontras itu, menurutmu bagaimana pendapat orang lain?" lanjutnya.

"Entahlah."

Sersan Brian menggeleng, berusaha menahan tawa.

"Tindakan memasukkan kembali recorder ke dalam plastik menunjukkan, kamu orang yang punya tanggung jawab, terutama soal pekerjaan," ujar Rain, "hal itu juga dibuktikan dengan kedatanganmu ke sini. Kalau niatmu jelek, Kolonel Wahyu pasti sudah tewas. Kita juga tidak akan pernah duduk seperti ini," lanjutnya.

Sersan Brian menengguk ludah. Menurutnya, ini sangat menakutkan. Ia merasa, Rain mungkin sudah mengetahui maksud tindakannya. Pendekatan yang ia lakukan untuk memecahkan masalah pun, berada di luar nalar.

"Jadi rumor itu bukan isapan jempol, ya?" gumamnya.

"Rumor?" sahut Rain.

"Izin, saya dengar, anda menyelesaikan..."

"Apakah kamu ke sini untuk membicarakan omong kosong itu?" putus Rain, kecewa.

"Tentu saja bukan, ini soal Distrik 14!" bantah Sersan Brian.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang