File 16 : Oh... Namanya Indah

5.7K 538 22
                                    

"Bacanya, 'Re-in, bukan ra-in!" putus Rain.

"Rain? Hujan, dong?" kelakar Si Perawat.

"Iya, mereka memberikan nama itu karena waktu itu hujan."

"Oh, jadi nama kamu Rain van..."

"Sudah, panggil saja Rain!"

"Rain, ya? Kalau aku namanya Indah," kenal Si Perawat.

"Namanya indah? Seindah apa?" tanya Rain.

Gadis bernama Indah itu kelihatan bingung.

"Seindah a-"

Seketika dia paham.

"Bukan, bukan!" serunya, "maksud saya, tuh nama saya Indah. Bukan Indah yang itu!" tandasnya.

"Oh bukan yang itu?" gumam Rain, "terus, nama kamu Indah apa bukan, nih jadinya?" tanyanya.

"Jadinya bagaimana, sih, ya Indah!" omel Si Gadis.

Dia mencopot tanda pengenal di lehernya dan menunjukkan itu.

"Tuh, Indah Nidadari!" tandasnya, kesal.

Sambil tertawa, Rain manggut-manggut, dan berkata, "oh, berarti nama kamu memang Indah."

Dari tadi juga bilang begitu, gerutu Indah dalam hati.

"Seperti orangnya?" celetuk Rain lagi.

"Iya sep-"

Sontak, gadis bernama Indah itu memalingkan muka. Telinga rasanya sudah seperti digoreng. Panas tidak karuan. Wajahnya pun, memerah lagi. Ia menoleh ke arah Rain yang tengah tertawa geli.

"Ya ampun, aku kenapa?" pikirnya, memegangi kedua pipinya yang terasa hangat.

"Naik ke atas, ya mbak?" tanya Rain, tapi Indah hanya diam, "mbak?" tegurnya.

"Kenapa mas?" Indah.

"Lewat atas, kan?!" tandas Rain.

"Tidak, tidak! Bukan ke situ, mari saya antar!" ajaknya.

Mereka menapaki lorong, belok kanan, belok kiri, sampai warna konstan abu-abu gelap yang memisah satu keramik dengan keramik lainnya kelihatan lagi. Benda bergaris dinamis yang sebenarnya tak memiliki daya tarik itu, menjadi fokus utama pandangan malasnya.

Gadis malu-malu di hadapannya membuatnya tak bisa menempatkan posisi. Apalagi, dia terbiasa berpikir. Bertindak menggunakan perasaan bukanlah sesuatu yang bisa dengan gampang dia lakukan.

Kepalanya terus berpikir keras, sampai-sampai ikut salah tingkah sendiri. Sikap tidak biasa mereka, membuat keadaan menjadi canggung.

Indah terus menatapnya, tapi langsung memalingkan muka begitu Rain menatap balik. Gadis bersepatu hitam hak pendek itu pura-pura melakukan sesuatu, lalu curi-curi pandang lagi.

Pada akhirnya, Rain pasrah. Pura-pura tidak tahu. Sampai akhirnya, mereka menemui jalan buntu. Di situ, hanya terdapat sebuah tempat ibadah.

"Lah mbak, kok ke sini?" tanya Rain.

"Oh maaf mas, saya kelewatan dua kamar," jawab Indah.

"Ruangan besar tadi maksudnya?" Rain.

"Iya, teman-teman bapak sedang sarapan di bawah, tadi lapor ke resepsionis."

"Ya ampun, kenapa tidak bilang dari tadi mbak?"

"Ya, Si Mas juga tidak tanya!"

"Jadi dari tadi kita cuman muter-muter?" tanya Rain.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang