File 4 : Kisah Seekor Kera

9.6K 796 31
                                    

Kapten Wawan mengacung ke arah pertigaan, dimana kerumunan warga berkumpul.

"Itu TKP-nya!" serunya.

Rain hanya menoleh, mabuk kendaraan.

"Ah, kamu terlalu berlebihan!" ledek Kapten Wawan.

"Berlebihan, kutilmu rontok!" celetuk Rain.

Tidak lama berselang, seorang anggota bergegas menghampiri. Dia memberi salam hormat yang cuman dibalas anggukan kepala.

"Bagaimana kondisinya?" Kapten Wawan.

"Lapor, kami sudah mengambil dokumentasi dan mengumpulkan barang bukti!" jawab Si Prajurit.

"Keamanan lokasi?"

"Lapor, hanya ada sedikit masalah karena banyaknya warga, tapi jangan khawatir, Komandan TKP masih steril, setidaknya sejak kedatangan kami!"

"Dimana tim forensik, aku ingin menyapa mereka?"

"Lapor, setengah jam yang lalu kami sudah menghubunginya, tapi mengingat medan cukup sulit, mungkin akan butuh sedikit waktu lagi, komandan!"

"Forensik?! Apa ada mayat disini?" pikir Rain.

"Keluarga korban, apa kalian sudah meminta izin autopsi?" Kapten Wawan.

"Lapor, kami sudah mendapatkan persetujuan mereka, komandan!" jawabnya, "izin, silahkan periksa dokumennya!" lanjutnya.

Si Prajurit membungkuk, menyerahkan selembar dokumen pernyataan. Sementara Kapten Wawan memeriksa, Rain mulai berkeliling, mengamati jalan berbatu sepanjang lajur.

Sekeliling dipenuhi rimbunnya pepohonan bambu. Rumput menjulang tinggi. Meskipun siang, lokasi masih saja terkesan gelap. Kuburan yang terletak di sebelah kiri TKP, semakin menambah citra menyeramkan tempat itu. Padahal, lokasi merupakan wilayah pedesaan yang biasanya menjunjung tinggi asas gotong royong. Hal itu membuatnya yakin, itu bukanlah jalur yang umum digunakan.

"Berantakan sekali!"

Rain mengamati daun bambu yang berserakan dimana-mana.

"Bagus, kembali ke posisimu!" perintah Kapten Wawan.

Rain menoleh, cengar-cengir melihat tingkah Kapten Wawan. Lagaknya memeriksa dokumen dan memberikannya kembali, sudah seperti seorang jenderal besar.

"Siap!"

Si Prajurit memberi hormat, kembali bergabung bersama barisannya. Peluh belum kering dari keningnya yang gelap. Suaranya pun, sedikit terengah. Tanpa perduli lelah raga dan jiwa yang mendera, dia kembali bertugas.

"Ayo kita memerik-"

Kapten Wawan celingukan, mencari wajah congkak menyebalkan itu.

"Rain?! Lho, kemana bocah itu?" bingungnya.

Rupanya pemuda itu sedang jongkok di TKP, mengamati sebujur mayat yang tergeletak di pinggir jalan. Tubuhnya dipenuhi bekas luka koyak. Beberapa bagian masih mengucurkan darah; menandakan mayat itu belum lama ditemukan. Hal itu semakin terbukti saat dia mencoba menggerakkan lengan mayat.

"Masih belum kaku," gumamnya.

Tiba-tiba selembar koran yang menutupi wajah korban, terbang tertiup angin.

"Astaga!"

Rain terjengkang, disusul jerit para warga. Suara itu membuat Kapten Wawan pergi mendatanginya.

"Dasar berandal!" omelnya, "siapa yang memberimu izin merusak TKP?!" lanjutnya.

"Merusak apa?!"

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang