File 28 : Kode

5K 458 17
                                    

Berawal cuman alkohol, konsumsi barang haram Kliwon merambah naik, menjadi semakin parah. Narkoba dan obat-obatan terlarang pun, berani dia sentuh. Sampai pada titik, saya tidak mau lagi meminta keringanan seperti sebelum-sebelumnya, tak perduli meskipun harus dibenci. Harapan saya adalah, semoga dia jera dan mau berubah.

Sayangnya, Kliwon malah terjerumus semakin dalam. Saya masih ingat hari di mana namanya masuk ke dalam agenda. Komandan saya menyebutkan, dia merupakan pengedar yang sudah diintai selama berminggu-minggu.

Dada ini rasanya mau meledak. Saya merasa, sudah tidak bisa menoleransinya lagi. Semuanya saya kembalikan lagi kepada hukum. Dalam hati saya, saya sudah bersumpah tidak akan ikut campur, tapi rupanya semua itu goyah dengan sangat mudah. Saat ia meminta bertemu, tanpa pikir panjang saya menemuinya. Apalagi, belakangan dia tidak akan mau menatap wajah saya. Dia merasa kecewa, karena saya tidak mau lagi membantunya.

Pertemuan beberapa menit itu tidak akan pernah saya lupakan. Setelah sekian lama, Kliwon terisak-isak. Memohon, dan berjanji akan bertobat. Air mata buaya atau apa pun, saya bergegas memohon dan bersujud pada atasan, supaya diberikan keringanan.

Saya sempat tersenyum lebar saat atasan saya tersenyum dan mengangguk seolah mengiya. Namun, mereka justru memindahkannya. Mereka bilang, perbuatannya tidak bisa ditoleransi lagi. Seperti yang Kliwon bilang, mereka membawanya ke sel rahasia, sesuatu yang tidak pernah saya dengar.

Awalnya, saya sempat ragu, tapi setelah penelusuran selama berhari-hari, akhirnya saya menemukannya. Rupanya, itu bukan cuman isapan jempol. Tempat itu benar-benar ada.

Di basemen belakang markas, rupanya terdapat sebuah sel tersembunyi. Mengerikannya, para napi di sana mendapat berbagai siksaan tidak manusiawi. Cambuk, pukul, tendang, hingga pelecehan.

Namun di hari tertentu, mereka diberi kenikmatan. Apa pun, yang mereka inginkan akan diberikan, sekali pun, itu ilegal. Minuman, wanita, bahkan narkoba.

Mereka sadar, kebanyakan yang ditahan di sana merupakan pecandu. Jika tidak menggunakan barang haram, mereka pasti akan tersiksa.

"Di penjara ini simpel, kalau menurut, maka apa yang kamu mau pasti diberi, tapi kalau membangkang kamu akan merasakan siksaan!"

Begitulah doktrin busuk yang mereka tanamkan.

Napi yang bodoh remot otaknya pasti sudah tercabut hari itu, karena apa yang diperintahkan adalah hal-hal tidak manusiawi seperti; diadu saling berkelahi bak ayam aduan, saling melecehkan, perbuatan bak binatang, bahkan tak jarang terbunuh, hanya demi membuat para perwira berhati busuk itu tertawa. Keseharian bagaikan di neraka itu akan terus mereka hadapi, hingga nyawa mereka terdongkel dari tenggorokan.

Biadabnya lagi, mayat mereka akan dibuang begitu saja seperti bungkus nasi uduk yang dilempar ke tong sampah. Kasusnya hanya dicap perkelahian antar napi, dan tidak akan diproses sama sekali.

Andai saja Kliwon bukan salah satunya, apakah saya tetap menganggap ini semua biadab? Atau mungkin, saya akan menutup mata, bahkan mendukungnya? Lagipula, mereka semua hanyalah pelaku kriminal. Sampah masyarakat yang tidak akan ditangisi rakyat.

Namun yang paling menyakiti perasaan, ternyata atasan saya sama busuknya dengan perwira tak berpusar itu. Suatu hari, saya melihat hidung botolnya membaur bersama para psikopat berseragam tentara, di penjara hina itu. Hari itu juga, saya memutuskan membawa kabur Kliwon.

Sayangnya, saya tidak berhasil membawanya pergi dengan selamat, karena salah seorang prajurit mengendus perbuatan saya. Dia menembak dada Kliwon, ketika berusaha melindungi saya.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang