File 32 : Tugas

5.1K 448 16
                                    

Seragam hijau tua polos, helm putih bertuliskan PM, serta tanda biru di bahu. Kalau sudah melihat mereka, jantung seorang anggota pasti akan terpompa, tak terkecuali Si Kapten berjanggut. Dengan gagahnya, mereka turun dari mobil dan segera masuk ke dalam markas.

"Ada apa ya pak, izin?" tanya Si Kapten.

Dengan cekatan ia menyambut mereka.

"Kenapa polisi militer datang ke sini?" pikirnya.

"Ah, sedikit kesalahpahaman saja saya rasa," jawab Si Petugas, "kita bicarakan di ruang tertutup saja," lanjutnya.

Kapten berjanggut mendeham, sadar sedang dalam bahaya. Diam-diam, dia melakukan berbagai upaya pencegahan. Mereka datang bersama seseorang yang mengenakan seragam loreng, berlogo pohon beringin. Itu artinya, dia berasal dari Distrik 17.

"Kenapa datang bersama Distrik 17?" tanyanya.

"Kami sudah bilang untuk menunggu saja, tapi dia menolak," jawab Si Petugas.

"Tidak perlu basa-basi!" seru pria itu.

Emblem di bahunya menunjukkan pangkat Letnan pertama, sedangkan logo di bahu yang lain menunjukkan divisinya bertugas. Tegap, meskipun sedikit bungkuk. Tubuhnya pun, lumayan tinggi. Rendi, itulah nama yang tertera di dadanya.

Hidungnya mancung. Matanya tajam, serta berkulit sawo mentah. Uniknya, dia mengenakan sarung tangan hitam.

"Intel? Anak muda sekarang memang tidak punya sopan santun, ya?" gumamnya, "mari ke ruangan saya saja!" lanjutnya, mengajak.

Letnan Rendi hanya mendecak, tidak mau meladeni omongannya. Agaknya, tidak ada yang menyukainya, bahkan Si Petugas PM. Terlihat sorot mata mereka dengan akur memperhatikannya sepanjang pembahasan.
.....

Sesampainya di ruangannya, tanpa basa-basi Si Kapten menanyakan pokok permasalahan. Satu frekuensi dengannya, Petugas PM pun, segera mengutarakan maksud. Sepertinya dia juga tidak ingin berlama-lama.

"Kami mendapat laporan, kalian melakukan razia ilegal!" ujarnya.

"Itu tidak benar, pak," sanggah Si Kapten, "kami sudah mempersiapkan surat tugas, tapi petugas lupa membawanya," lanjutnya. Sambil mencari surat yang dimaksud.

Tidak menemukannya, ia pun, menyuruh bawahannya mengambilnya. Tak lama dia bergegas kembali, membawa surat itu.

"Silahkan diperiksa!"

Si Petugas membungkukkan badan, menyerahkan bukti surat yang dia temukan. Tanpa berlama-lama, petugas PM pun, segera memriksa surat itu.

"Lain kali, pastikan kalian membawanya, sebelum masyarakat beranggapan negatif!" peringat Petugas PM, "untuk berjaga-jaga, saya akan membawanya sebagai bukti," imbuhnya.

Di belakangnya, Kapten berjanggut diam-diam memberikan arahan kepada anak buahnya, untuk menghentikan aktivitas interogasi. Serta menutup akses menuju sel bawah tanah.

"Kapten?!" tegur Petugas PM.

"Oh, tentu!" jawab Si Kapten, sedikit gugup.

"Jangan bilang, kalian akan membiarkan mereka lolos begitu saja!" sergah Letnan Rendi, "perwira kami, bahkan terkena luka tembak, akibat ulah mereka," lanjutnya.

"Itu karena dia merusak pagar, bukan?" sanggah Petugas PM, "lagipula, peluru yang dipakai bukanlah milik anggota militer," imbuhnya.

"Tapi..."

"Cukup!" putusnya, "kalau kamu bicara lebih dari ini, saya akan menganggapnya tindakan menuduh tanpa bukti!" tambahnya, emosi.

Letnan Rendi langsung tertunduk. Sebelum datang ke sini pun, dia gagal meyakinkan mereka. Peluru yang bersarang di tubuh Rain tidak bisa dijadikan bukti yang memberatkan. Sebaliknya, ia malah terbukti melakukan vandalisme.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang