File 25 : Rencana

5.4K 500 32
                                    

Lantai putih bersih, terawat dengan sangat baik. Eternit polos membatasi pandangan, selang kecil melilit naik dari pergelangan tangan, menuju botol infus yang mulai kempot. Kesadaran perlahan-lahan muncul, beserta udara sesak yang terus mengisi paru-paru. Jantung berdegup kencang. Aroma antiseptik menyuruak. Tidak salah lagi, itu adalah tempat yang tidak pernah ia sukai.

Rain mulai berkeringat. Tenggorokan serasa kering. Kepala mulai berdenyut. Tubuhnya terus menggigil. Ia merasa ssmakin tersiksa. Pandangannya mulai kabur. Pergelangan tangan terasa nyeri, seperti terkena gigitan seekor serangga. Rasa nyeri itu semakin menjalar, tapi di saat bersamaan pusing kepala yang dia derita jauh berkurang. Tubuh serasa melayang, kesadaran lagi-lagi menjauh pergi.

Orang-orang berseragam putih sudah bersiap-siap. Jarum suntik dicabut dari tangannya. Rasa nyeri itu mereda, bersama pandangan yang terus kabur. Rain akhirnya mengerti, sedang dalam penanganan.

"Siapkan nampan!"

"Baik, Dok!"

Seorang perawat menyodorkan nampan besi kecil.

Terdengar suara denting. Bunyinya seperti dua buah logam yang saling beradu. Rain tak sadarkan diri lagi.

"Silahkan, jahit sisanya!"

"Baik, Dok!"

Sang Dokter pun, membuka sarung tangan, siap membersihkan diri. Wajahnya kelihatan lega. Semua prosedur yang sulit sudah selesai dilakukan. Sisanya sedang dikerjakan asistennya, dibantu beberapa perawat. Setelah mengamati sebentar, ia pun, meninggalkan ruang operasi. Dia yakin, mereka bisa menuntaskannya.

Masih ada jadwal pemeriksaan pasien lain yang harus ia kerjakan.

"Bagaimana kondisinya, Dok?" cegat Sersan Gustian Subagio.

"Peluru menembus otot lengan, sedikit lagi pasti mengenai tulang," jawabnya.

"Berarti..."

"Tenang, kami berhasil mengeluarkan peluru itu tanpa kendala. Untungnya dia tidak terlalu banyak bergerak, sehingga tidak banyak darah yang keluar," putusnya, "dia sangat beruntung, kami punya transfusi yang cukup. Sekarang, asisten saya sedang menjahit bekas pembedahan," lanjutnya.

"Kapan dia bisa sadar kembali, Dok?"

"Kami memberinya obat bius, kemungkinan besok baru sadar."

"Syukurlah!"

"Untuk sekarang, kami tinggal memberinya antibiotik dan pereda demam. Sisanya tinggal seberapa cepat regenerasi berjalan."

"Terimakasih, Dok! Saya akan segera menghubungi markas dan mengabarkan berita baik ini."

"Bekas operasinya pasti tidak akan hilang, tapi dia bisa sembuh total," jelasnya, "kalau begitu, saya pamit!" lanjutnya.

"Sekali lagi terimakasih, Dok!" ucap Sersan Gustian Subagio.

"Tidak perlu berterimakasih terus, kami berdua memang terikat takdir yang aneh."

Sekali lagi, Sang Dokter pun, berpamitan.

Sersan Gustian Subagio sedikit terkejut. Entah hubungan seperti apa, seperti keduanya sudah saling kenal. Hembus angin malam menerpa tubuhnya, seolah menyadarkan; ia harus segera melapor.

Hari itu, Sang Sersan sama sekali tidak bisa tidur. Rain terbangun pukul 6 pagi. Begitu sadar, dia langsung membuat keributan. Ia terus memaksa kembali ke markas.

Dua jam sudah ia membujuknya untuk tidak kemana-mana.

"Aku tidak apa-apa, ayo cepat kembali!" eyel Rain.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang