File 34 : Banding

5.4K 429 7
                                    

Ibarat, maju menabrak, mundur terjengkang. Kasus ini bakalan membuat kedua satuan menerima pukulan, siapa pun yang memenangkan sidang.

.....

Rapat dimulai.

Dari fakta yang ada bisa disimpulkan, waktu terduga terbatas di mana shift siang menjadi staf administrasi, sementara shift malam merangkap menjadi perawat. Sekitar jam 11 terduga pulang, setelah memeriksa kamar anak.

"Indah bilang, berpapasan dengan satpam, tapi anehnya dia tidak bertanya. Padahal pulang satu jam lebih awal," jelas Rain.

"Berkas Distrik 14 menyebutkan, kesaksian ini bohong," sanggah Kolonel Wahyu, "terduga pulang jam 12, diperkuat kesaksian Si Satpam itu sendiri," lanjutnya.

"Biasanya, kebohongan dilakukan untuk menutupi sesuatu. Tapi saya tidak bisa menemukan maksud dari kebohongan ini," Rain.

Kolonel Wahyu, Kapten Wawan, Letnan Rendi, Sersan Brian, Sersan Agus, serta beberapa petugas peserta rapat menguncup bibir. Mereka mulai serius memikirkan pendapat Rain.

"Bagaimana kalau sebenarnya, terduga tidak pernah berbohong?" ujar Rain, lagi.

"Ngawur, korban tertidur, kemungkinan salah melihat tidak akan ditampik hakim!" protes Kolonel Wahyu, "kamu mau bilang satpam itu yang berbohong?" lanjutnya.

"Tidak juga, Komandan. Saya rasa dua-duanya berkata jujur," sanggah Rain, "sebenarnya, dia merasa bangun jam 11, padahal sudah jam 12, izin," lanjutnya Rain.

"Lucu sekali! Kalau dua-duanya jujur, terus siapa yang berbohong, hakim?" pikir Kolonel Wahyu.

"Jadi begitu, pemangkasan waktu," gumam Letnan Rendi.

Kolonel Wahyu seketika menoleh.

"Oh!" seru Sersan Agus, "korban ditemukan tewas jam 11 lewat, sementara terduga mengaku baru bangun jam 11. Kalau ternyata sebenarnya jam 11 dia masih tidur, berarti pengakuannya langsung pulang jam 11 pun, akan menjadi mencurigakan, karena sebenarnya dia pulang jam 12," lanjutnya.

"Pelaku sebenarnya membuatnya mengira terbangun jam 11, padahal sudah jam 12," sahut Letnan Rendi.

Kelihatannya, peserta rapat kali ini sangat kompeten, pikir Rain.

Ia senyum, duduk memangku wajah dengan ekspresi licik. Sambil menatap Sang Atasan.

"Jadi begitu, berati bukan dia pelakunya?" gumam Kolonel Wahyu.

"Sebelum tertidur, seorang suster bernama Lina sempat memberikan minuman kepada terduga," sahut Rain.

Seketika, Sersan Brian menyikut pinggangnya dan berbisik, "Ana, komandan, izin!"

"M-Maksud saya, Nana!" ralat Rain.

"Ana, komandan!"

Letnan Brian menyikut lagi.

"Ana!" ralat Rain lagi, "cuman nama ini," lanjutnya, menggerutu.

"Mereka tidak bisa menemukan berkasnya, kalau anda tidak mengatakan namanya dengan benar, izin!" sahut Sersan Brian.

Kenapa dia bertingkah seperti ajudanku, gerutu Rain dalam hati.

"Pokoknya, kita harus menginterogasi Si Na, Ana ini maksud saya, supaya semakin jelas," usul Rain.

Terlihat Letnan Brian melotot, tidak jadi menyikut pinggangnya.

"Mau ngapain nih, orang?" pikir Rain.

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang