File 15 : Perawat Cantik dan Bungkusan Peringatan

6.7K 590 27
                                    

Rain mendesut, mengendikan tangannya ke arah kerumunan prajurit yang sedang mengantre kamar mandi. Dua orang prajurit yang semula merasa tidak yakin pun, tolah-toleh kebingungan.

"Sini!!" panggil Rain.

"Siap, komandan!"

Keduanya pun, datang, seraya memberi hormat.

Ikan-ikan kesayangan Kolonel Wahyu masih berlompatan. Itu membuat kepala Rain semakin pening. Dua orang prajurit tadi saling berbisik, bingung melihatnya duduk seperti seorang gelandangan. Dengan terhuyung-huyung, Rain berusaha bangkit. Dia sudah seperti orang yang sedang teler.

Rain mendesah, meremas bungkusan nasi misterius tadi, dan melemparnya ke tong sampah.

"Bisa belikan aku nasi bungkus?" tanyanya.

Mereka saling tatap. Jelas saja mereka heran, pasalnya dia baru saja melempar nasinya sendiri ke tong sampah.

"Izin, yang barusan itu..."

"Yang itu sudah basi, makanya aku sampai lemas begini," putus Rain.

"Oh..."

"Mau tidak?"

"S-Siap, bersedia, komandan!"

"Terdengar galak ya? Ah sudahlah!" pikirnya.

Melihat mereka membawa nasi bungkus, dia pun, memiliki ide lain.

"Eh, nasi bungkusmu itu, sudah dibuka apa belum?" tanyanya.

"Siap, belum, komandan!" Si Prajurit.

"Lauknya apa?"

"Siap, telur, komandan!"

"Ceplok?"

"Benar, komandan, izin!"

"Oke, aku ambil saja nasi itu, dan kamu beli lagi dengan uang ini!"

Rain menyodorkan lembaran uang lima ribuan, yang membuat mereka semua terbelalak.

"Izin, ini..."

"Kalau kamu setuju, ambil semuanya!" putus Rain, "kembaliannya buat jajan kalian saja!" imbuhnya.

"Siap, silahkan, komandan!"

Si Prajurit dengan sumringah menjawab.

"Mana nasimu!" tagih Rain, menyodorkan lagi uang tadi.

"Ini komandan!"

Mereka pun, bertukar barang. Terlihat keduanya begitu girang. Memangnya, siapa yang tidak mau menukar uang sebesar itu cuman dengan nasi bungkus. Bentuk rejeki memang tidak ada yang tahu. Siapa sangka, di tanggal tua akan ada kejadian seperti itu.

"Terimakasih, komandan!" ucap mereka, seraya memberi hormat.

"Ya, ya!" angguk Rain.

Dikasih uang, baru hormatnya benar, gerutunya dalam hati.

Selepas kepergian keduanya, antrian kamar mandi pun, berkurang. Tanpa perlu antre lama, dia pun, segera masuk ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, diafragma Sang Letnan Muda mengempis. Membuang napas panjang. Pandangan yang masih agak kabur membuatnya memutar lagi air kran, padahal gayung sudah penuh.

Begitu sadar, ia siram lagi kedua tangannya, lalu menggosoknya dengan sabun. Sudah tiga kali pemuda itu mengulang adegan.

Siapa, untuk apa, dan kenapa mereka mengincarku? Apa ini berarti, fakta itu benar-benar nyata?

File 73Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang