Untuk Sebuah Nama #2

3.6K 272 4
                                    

**
*
Sebuah ruang yang hampa akan terisi jika pintu nya di buka.
Jangan bekukan hati sebelum tahu siapa yang sejujurnya jodoh dan bukan sekedar takdir untuk bersama.
.
.

Gadis itu mengkemasi barang-barangnya dan beberapa barang milik Ali dengan rapi di koper, tak lupa foto dalam bingkai berukuran 5 r ikut ia masukan kedalam koper. Foto itu sangat bearti baginya, Foto almarhum Abay dan dirinya yang sedang berpose indah diatas ayunan.

'dreekk....'

Pintu kamar itu terbuka saat dorongan kecil Ali berikan "sudah siap...?" tanya Ali berdiri diambang pintu.

Gadis itu mengangguk, dan menurunkan kopernya dari tempat tidur. Ali yang sejak tadi berdiri diambang pintu mendekati Prilly "biar gue yang bawain.." ucapnya.

"emang harus lo.! masa gue.?" tukas Prilly melepaskan pegangannya dari koper "mama sama papa udah didepan.?"

Laki-laki itu tertawa geli sebelum akhirnya menarik koper "udah, ayo turun.!! gue ngak mau kena macet, soalnya hari ini gue mesti latihan band dikampus.." ajak Ali. Dengan tangannya yang bebas ia mengenggam tangan Prilly dan menariknya bersama.

Mama Resi dan suaminya sudah memesan taksi untuk putri dan menantu mereka, meski mereka tahu trauma masih menghantui Prilly.

"Ma Prilly pamit ya, jaga kesehatan mama, ingat jangan suka makan yg manis-manis." Nasehat Prilly setelah melepas pelukannya dari mama Resi.

"Ia, kamu juga baik-baik disana. Mama titip Prilly ya Li, kalau bandel dijewer aja." Kata mama Resi memberi pesan membuat putrinya langsung mengerucut bibir.

"Siap Ma." jawab Ali di sertai gerakan hormat membuat kedua mertuanya tertawa geli melihat kelakuannya. "ya sudah, Ali sama Prilly pamit"

"Kabarin kalau sudah sampai di Jakarta" ujar papa Prilly

"Ia Pa." tutur Ali. Laki-laki itu membuka pintu untuk istrinya dan di susul dia yang ikutan masuk ke dalam taksi. Keduanya melambaikan tangan saat taksi mulai melaju meninggalkan rumah.

Tak mau Prilly mengimbau pada sulir taksi agar memelankan jalan, Ali memilih gerak cepat. Ia menutup mata Prilly agar gadis itu tak menyadari seberapa cepat taksi itu melaju.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya Ali dan Prilly sampai di tempat tujuan dengan selamat.

Sepasang pengantin baru itu disambut hangat para pegawai di rumah Ali, ada banyak pegawai disana, gadis itu sampai tak percaya dengan yang ia lihat.

Penampilan Abay maupun Ali nampak biasa, tapi ternyata mereka sekeren itu. Prilly sampai geleng-geleng tak percaya. Memiliki pegawai dirumah itu biasa tetapi kalau sebanyak itu, apa meraka tidak rebutan pekerjaan. Pikir Prilly.

"Ayo gue tunjukin kamar gue." ajak Ali saat koper telah dia serahkan pada salah satu pegawainya.

Gadis itu menatap Ali dengan sorotan tanya "kamar lo.?"

"Ya ia lah, masa gue anter lo ke kamar pembantu" tukas Ali konyol. "Kalian boleh bubar, oh ya Pak Usman, tolong siapin motor aku, soalnya sebentar lagi kita mau kekampus" pinta Ali pada pak Usman, pegawai yang sangat ia kenali karena sudah dari sejak kecil menemaninya bersama Bi Ita, istrinya mang Usman.

"Baik den." ujar pak Usman yang kemudian pergi bersama pegawai yang lain.

Ali kembali melanjutkan langkah menuju kamarnya sementara Prilly berkutat dibelakang mengikuti langkah Ali, didepan sebuah pintu laki-laki berbalik "eh, tunggu.!" cegatnya saat Prilly ingin mendahuluinya masuk kekamar.

Untuk Sebuah Nama✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang