Untuk Sebuah Nama #6

3.2K 219 0
                                    

*
*

Tubuh  mu kepanasan, meski angin menerpa begitu kencang.
Maka diam lah sejenak, dan kau akan mengerti apa yang kau rasa.
Karena sesungguhnya kau sedang jatuh cinta.
*
*

(Ali Pov)

Hidup ku semakin jelas, untuk apa semua ini ku lakukan dan kenapa aku yang di pilih sebagai tempat untuk gadis itu. Ternyata kami dulunya sama, ya sama. Sama-sama hanya tahu tentang kesenangan tanpa sadar kesenangan itu adalah kegelapan yang terus menyesatkan. Itu dulu baginya sebelum ia mengenal dan mencintai kakak ku. Sekarang dia dititipkan pada ku karena aku tau, Abay menginginkan aku menjadi seperti gadis yang ia cinta, mengenal dunia tidak hanya dari kesenangan sasaat.

Dia sangat bawel, namun terkadang sangat dingin. Dia tak suka bercanda, orangnya canggung dan pendiam seperti patung. Itu hanya pendapat ku sementara, tidak tahu dengan penilaian orang lain. Dan setiap hari itu lah kenyataan yang harus aku hadapi.

Tapi, aku akui kadang dia mampu membuat aku tersenyum dalam diam, tingkah dan kecanggungannya terkadang membuatnya terlihat menggemaskan. Seperti saat ini, saat dia begitu serius dengan bukunya.

"Kenapa lo liatin gue senyam seyum.?" tegur Prilly.

Aku tak terlalu kelu untuk bilang kalau dia sangat manis, tapi ngak mau lihat dia ke gr-an. "Mau lihat aja, kenapa.? ngak boleh.?" sahut ku seolah-olah tak bermasalah, padahal jantungku berdegup kencang, saat mata hazel itu menatap ku lurus.

"Dasar..!" Dumel Prilly memberi raut malas. "Udah sana..! emangnya lo ngak punya kerjaan apa selain gangguin gue..." usirnya, sepertinya dia sangat terganggu dengan pandangan ku. Atau dia,, ?.

Aku menggeleng, menepis semua pikiran aneh di otak ku. Pastinya aku terlalu percaya diri jika mengatakan gadis itu salting karena ku. Aku tertawa kecil sebelum akhirnya pergi keluar kamar.

(Ali off).

Ali dengan santainya menuruni anak tangga. Masih dengan kebiasaan akhir-akhir ini, laki-laki itu sering senyam senyum tak jelas saat ia sendiri.

"Lina,, Lin..". Panggil Ali pada salah satu pembantu dirumahnya.

Lina buru-buru berlari dari dapur mengahampiri Ali. "Ia, tuan." sahut Lina sambil berlari "Ada apa tuan muda.? Ada yang bisa saya bantu.?" tanya Lina saat sudah didepan Ali.

"Tolong buat kan susu untuk Prilly. Dia sedang belajar dikamar." pinta Ali.

"Baik tuan, ada lagi.?" tanya Lina dengan lembutnya.

Ali menggeleng dan mengibas tangannya, tanda dia tidak membutuhkan apapun lagi. Ali melanjutkan langkahnya, sementara Lina buru-buru menuju dapur untuk membuat susu pesanan Ali.

Sudah cukup lama Ali tak melihat mobil kesayangannya, sejak menikah dengan Prilly ia tak lagi menggunakan mobil itu untuk berpergian. Ali sangat mengerti, kecelakaan itu telah membuat Prilly trauma. Ia memilih tak memakai mobilnya dari pada harus mengendarai mobil dengan kecepatan di bawah standar.

"Sudah lama sekali aden tidak menggunakan si jago merah." tegur mang Usman yang tak sengaja melihat Ali membuka penutup mobil sport merah nya.

Ali terkekeh sambil menoleh pada mang Usman "Mang Usman,," gumam Ali berdecak "sebenarnya Ali juga kangen mengendarai mobil ini, tapi mau bagaimana lagi." keluhnya memelas.

"Aden kan bisa mengendarai ini saat tak bersama istri aden." saran mang Usman.

"Mau nya gitu, tapi ngak pernah punya kesempatan buat pergi sendiri, ngak mungkin dong mang Ali suruh Prilly naik ojek ke kampus atau mau kemana-mana." jawab Ali dengan candaanya.

Untuk Sebuah Nama✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang