Untuk Sebuah Nama#42

2.1K 126 0
                                    

*
*
Rasa takut yang terpendam semakin lama semakin memberat.
Membuat keberanian itu menetes dan jatuh ke dasar tanah.
Hingga tinggal ada kenangan bahwa dulu ada keberanian yang besar.
*
*

Tubuh Prilly hilang keseimbangan saat sofa tempat ia berpijak tergeser karena sentakan kaki Ali.

Ali tercengang detik itu juga, mata nya seperti akan terjungkal keluar.

"Whaa.haa...muka honey lucu..." Prilly menggelak tawanya, setelah kaki mendarat dengan baik di lantai.

Ada yang Ali lupakan, tangan Prilly masih memegang erat di gorden kamar. Saat tubuhnya hilang keseimbangan Prilly mengeratkan pegangannya di gorden, dan menoel ujung sofa hingga dengan mudahnya ia meloncat ke dasar lantai.

Prilly mendekati Ali yang masih terduduk di lantai "Ayo aku bantuin.." Prilly menjulur tangannya, masih dengan tatapan tercengang laki-laki itu menyambut tangan Prilly dan bangkit.

Prilly cekikikan, ia kembali beralih pada gorden yang sempat ia tarik. "Bantuin kenapa, malah bengong aja.." ucap Prilly melirik Ali yang masih terdiam seperti patung.

Ali bergubris dari kebengongannya, ia melangkah tak bersuara mendekati Prilly.

"Honey.." ucap Prilly saat lengan kekar Ali melingkari pinggangnya "aku minta bantu benerin gorden bukan minta dipeluk.." omelnya.

Ali menyanggah dagu nya di pundak Prilly "Siapa suruh buat aku kaget,, aku benar-benar takut tau,,!! Jangan kayak gitu lagi.." suara Ali terdengar bergetar, ia sungguh ketakutan.

Prilly memutar tubuhnya, menatap Ali lurus "aku kan udah bilang, aku bisa jaga diri,,! Jadi jangan serius gitu ah.." ucapnya mencoba menenangkan Ali dari ketakutannya.

"Tapi itu tadi ngak lucu.." kata Ali dengan suara lemasnya.

Prilly mencairkan ketakutan Ali dengan senyum manisnya "Ia..maaf,, aku pikir kamu tau kalau aku masih memegang gorden.." bujukan nya tak terlalu mempan menghilangkan ketegangan Ali.

Selekat apa pun ia menatap mata hazel itu, jantung Ali masih tak bisa berhenti berdentum keras, rasa takut itu masih menyelimuti hatinya. Ali merengkuh tubuh Prilly, memeluknya erat tanpa suara.

Prilly terdiam sesaat dan detik kemudian, tangannya mengusap punggung Ali "tenang sayang,, I'm Ok.." lirihnya.

"But I'm not ok." Balas Ali.

Prilly terkekeh, menarik tubuh Ali lebih dalam, memeluk erat dengan penuh kehangatan.

"Udah ah, sana ganti baju,," gumam Prilly meredam dalam pelukan Ali.

Ali merenggangkan pelukkannya, mengecup kening Prilly lembut, dan detik kemudian.

"HONEY.." Prilly memekik saat tubuhnya telah berada dalam bopongan Ali.

"Lantainya licin,," jawab Ali singkat dan datar.

"Makanya mau di lap,," balas Prilly mendelik.

"Em.em.." gumam Ali menggeleng-geleng, menolak argumen sang istri "kamu duduk aja, biar aku yang lap,.."

"Gordennya.." ucap Prilly menunjuk kerarah gorden yang macet.

"Ya aku juga,," jawab Ali kekeh.

Prilly mengerucut masam, lengannya terturun lemas. Ini yang membuat ia malas saat bersama Ali, karena Ali tak membolehkan ia melakukan apapun.

Ali membopong Prilly ke tempat tidur dan mendudukkan perempuan itu di sana.

"Aku ganti baju dulu.." Ali beranjak mendekati lemari putih, dan mengeluarkan pakaiannya. Prilly hanya memandangi Ali malas, bentuk elment itu tidak membuatnya semangat, tubuh atas Ali yang telanjang tak membuatnya beriak sama sekali.

Untuk Sebuah Nama✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang