Untuk Sebuah Nama #7

3.1K 208 0
                                    

*
*
Buka hati itu, maka aku siap mengisi hidup mu dengan cinta, menjaga mu lewat kasih sayang sederhana.

*
*

Hari ini Ali dan Prilly pindah kerumah baru mereka, pakaian mereka telah tertata rapi di lemari putih di dalam kamar yang bernuansa putih, harusnya gadis itu senang karena mendapatkan rumah baru dari mama mertuanya, namun tak dapat dipungkiri gadis itu justru khawatir jika dia tak bisa apa-apa dengan rumahnya sendri. Prilly menatap keseluruh sudut ruangan, semua telah tertata dengan baik dan tak ada yang perlu dia rubah lagi.

"Gue keluar dulu beli bahan makanan, abis itu lo masak." Ujar Ali menarik jaket yang tergantung di balik lemari.

Prilly menelan ludahnya, "masak...?" Gumam Prilly menatap Ali jengah.

Ali mengangguk yakin "Ia lah masak, lagian sejak kita nikah gue belum pernah cicipi masakan lo."

Gadis itu menyengir canggung "gue ngak bisa masak." gumingnya memelan.

"Hah..." Ali berjengkit kaget. Pengakuannya sungguh mengejut, seorang perempuan tidak bisa memasak, Ali menggeleng samar. Ketidak percayaan Ali membuat Prilly terus menyengir kuda padanya.

"Segitu banget kagetnya," Tegur Prilly tanpa dosa, membuat Ali yang menatapnya bergeming.

Ali menghela napasnya pelan "Jadi gimana.?" gugatnya.

Gadis itu menggeleng dan mengangkat kedua bahunya "ngak tau, lo aja yag masak, lo kan bisa masak." Jawabnya.

"Gue." tukas Ali menunjuk wajahnya sendiri, ia mengeleng kecil dengan ketidak percayaan jika gadis itu tak bisa memasak. "Tapi__, dari mana lo tau gue bisa masak.?" Tanya Ali penuh selidik, seingat Ali ia tak pernah menunjuk kepiayawannya memasak didepan Prilly.

Prilly terkekeh "Abay pernah cerita kalau lo sama dia itu sama-sama bisa memasak," sahutnya dengan santai.

"Itu dulu, sekarang gue udah jarang masak," sahut Ali sekenanya.

Prilly menjentikkan jarinya sumeringah. "Ya udah kalau gitu kita belajar masak sama-sama aja." usul Prilly membuat Ali menatapnya jengah. "Ayo kita belanja," ajak Prilly. Belum sempat Ali perotes gadis itu sudah menarik Ali bersamanya.

"Tunggu...tunggu..." runtut Ali saat keduanya telah keluar dari rumah.

Prilly melepas tangan Ali dari genggamannya dan menoleh. "Ada apa lagi ..?" tanyanya

"Lo lupa,? motor gue masih dirumah mama."

Gadis itu sepontan menepuk jidadnya "Oh ia ya.." desah Prilly "terus bagaimana kita membeli bahan makanannya.?"

"Mau gimana lagi, ya naik taksi lah," jawab Ali.

"Tapi_"

"Udah ayo." Ajak Ali, kali ini Ali yang menggenggam tangan Prilly dan menariknya.

Keduanya menunggu taksi didepan rumah, tak lama taksi yang ditunggu pun datang. Ali melambai tangannya menyetop taksi yang melaju.

Ali membuka pintu taksi dan membiarkan Prilly masuk terlebih dahulu.

"Pak jalan." pinta Ali

"Jalannya pelan aja ya pak." pinta Prilly.

"Ia."jawab supir taksi, mengangguk patuh.

Tak jauh dan butuh waktu yang lama keduanya sampai di supermarket.

Sejujurnya ini pertama kalinya Ali berbelanja bahan makanan setelah kepergian Abay dari Jakarta, dan itu membuatnya teringat masa-masa dimana ia dan Abay masih suka bersama.

Untuk Sebuah Nama✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang