Untuk Sebuah Nama #35

2.4K 151 0
                                    

*
*
Telah banyak yang terlupa beriringan dengan masa.
Namun luka tetap lah luka yang akan mungkin kembali berdarah kapan saja.
*
*

Setelah mendengar nasehat dari dokter Ali dan Prilly memilih merahasiakan jenis kelamin anaknya dari yang lain. Bukan ingin merahasiakan lebih tepatnya Ali ingin princes kecilnya menjadi suprise untuk mereka dan keluarganya yang lain, mereka cukup tau kalau kandungan Prilly baik-baik saja.

Rimba dan yang lain juga ikut menjenguk Alif hari ini, tak ingin memebuat riuh di rungan. Ali dan yang lain memilih berkumpul di taman rumah sakit.

"Akhirnya loe berdua resmi juga,, selamat deh.." ujar Rimba setelah mendengarkan kabar gembira dari Verrel.

"Ya,, kita turut senang,, dan semoga acara nikahan loe berdua lancar.." timpal Andre

"Amin..." Semua tangan tertangkup menutup wajah, dan tak lama setelah itu mereka saling menatap dan cekikikan.

"Kita berdua bakalan balik ke Singapura bulan depan, tapi ada yang mesti kita selsai kan sebelum pergi.." gumam Andre disela tawa kecil mereka.

"Ya udah lah ngak usah dipikirin,, loe berdua boleh kembali kapan pun, biar masalah gue, gue yang urus.." sambung Ali.

"Ngak bisa gitu dong li.." Bastian membantah usul Ali dengan cepat "kita udah datang jauh-jauh, ngak harus di sia-sia in dong.."

Andre menimpali apa yang sudah menjadi kesepakantan ia dan Bastian. "Kita akan clear kan semua ini setelah acara nikahan Verrel.."

"Ia,, Li,,! Kita ngak mungkin biarin masalah ini loe tanggung sendiri,," sambung Rimba.

Verrel berseru "Yoi brother,,ingat apa janji kita waktu SMA...?"

"Darah satu aliran, berjuang bersama hingga tetes kerigat penghabisan.." seru mereka bersamaan di iringi gelak tawa, terkecuali Prilly dan Wilona yang tak mengetahui janji itu.

"Kok keringat sih honey..?" Tanya Prilly heran, matanya menilik Ali yang duduk disampingnya. Ali hanya tertawa geli menanggapi pertanyaan istrinya.

"Ya kalau darah kan udah biasa Prill,," celtuk Verrel yang membuat lain nya kembali menggelak tawa.

Bibir Ali mengkedut menahan tawa, wajah polos itu menggegemas kan, resfek tangan Ali mengacak pucuk rambut Prilly. Dan ketika hendak bersuara..

"Em...gemesnya.." goda Dion menceltuk asal.

Lagi-lagi gelak tawa terciptakan, ini lah kebersamaan yang selalu mampu membuat mereka lupa jika ada masalah besar yang menanti didepan. Ali sanggup bertahan begitupun yang lain karena sahabat mereka salalu terdepan dalam langkah.

"Mau juga dong.." Rimba mengacungkan tangannya kearah pipi prilly, ingin mencubit.

"Ehmm.."

Deheman Ali mampu membuat tangan itu tak sampai di pipi cahaby Prilly.

Ali tertawa geli melihat wajah malas Rimba, Prilly ikut tertawa geli seperti suaminya "Honey,, aku balik kemar Alif dulu ya,,! Kasian Alif sendiri..."

Untuk Sebuah Nama✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang