Untuk Sebuah Nama #10

3.3K 197 0
                                    

*
*
Aku tak bisa memilih, dan aku tak ingin berkorban.
Aku tak ingin kehilangan untuk kesekian kalinya.
(PRILLY)
*
*

Harus nya ia sudah keluar sekarang, dengan tak sabarnya Ali berjalan menuju kelas Prilly, pasalnya sudah hampir satu jam menunggu diparkiran namun gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya.

"Niell,." panggil Ali pada seorang gadis yang baru saja berjalan melewatinya.

Gadis itu menoleh, "ada apa Li.?" tanyanya datar. Ia mengenal Ali, karena memang sangat minim sekali anak bahasa yang tak tahu siapa Ali.

"Lo kan satu kelas sama Prilly, kok lo udah diluar aja..?" ucap Ali senada.

"Ya elah Li, orang kita udah keluar setengah jam yang lalu, gue baru dari perpustakaan makanya baru mau balik." Jelas gadis yang bernama lengkap Salma Aniel.

Ali mengangguk pelan "lalu kemana Prilly.?" gumingnya kecil.

"Ya udah, gue duluan ya Li." ujar Aniel.

"ia..." jawab Ali tersenyum  kecil.

Ali yang sudah sampai di koridor lantai dua hanya bisa diam, berpikir, dan bertanya-tanya kemana istrinya pergi.

'derrttt...dert...'

Ali mengambil hand phone yang ada disaku celana jean nya, satu pesan msuk.

From : Chabby Bentot

'"Lo dimana sih.? gue udah didepan gerbang nih, lo mau jadiin gue ikan asin kering ya ??? buruuaannnnnn.,,,,. Ke Sini,.!!!"

Ali dapat membayangkan bagaimana nada itu berlaku padanya dan yang pasti kepala si pengirim pasti sudah muncul tanduk panjang.

"kapan tu anak turunnya.? Perasaan gue di parkiran ngak liat dia lewat." gumam Ali geleng-geleng sendri. Ali buru-buru turun dari gedung Bahasa, menuju ke parkiran.

Prilly sudah nampak kesal menunggu, walaupun baru sepuluh menit lalu ia berdari didepan gerbang kampus. Ada satu alasan kenapa ia sebal, karena otak kecil nya masih memikirkan tentang laki-laki  yang tadi ia temui di kantin. Untuk memastikan semua kebanarannya Prilly mancari informasi tentang laki-laki itu. Ia menemukan kebenaran yang lumayan membuatnya menggeleng tak percaya.

Itu memang sahabat kecilnya, namun ia telah banyak berubah. Laki-laki itu menjadi most Wanted di gedung Teknik, Rasya adalah seorang pentolan yang selalu membuat onar, dan Ali adalah musuh terbesar mereka. Prilly menyadari perkara baru itu untuk kehidupannya.

Ali tak harus tahu tentang semua kebenaran ini, namun ia tak mau sahabatnya itu terus bermusuhan dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya.

Rasya belum tahu kalau Abay sudah meninggal dan ia pun tak tahu kalau istri musuhnya adalah sahabat kecilnya sendri, yaitu Prilly Latuconsina.

'bruumm...bruummmm...'

Ali menderu nyaring suara motornya didepan gerbang, membuat Prilly menutup rapat telinganya.

"Ali,, berisik.!" pekik Prilly tak kalah nyaring dari suara motor Ali.

Laki-laki itu mematikan mesin motornya, menaikan kaca helm nya "lo kemana,? gue dari kelas lo tadi.?" tanya Ali menatap gadis itu lurus.

"E..gue,, itu.." ujar Prilly gelagapan, hingga satu alasan tak masuk akal terlintas di benak Prilly. "Gue dari kelas lo,, ia kelas lo,,! gue kira lo masih masuk jadi gue samperin lo ke kelas, eh.. tau nya lo udah bubar.," elesnya sembil cengengesan.

Ali menatap gadis itu ragu, namun ia tak mau mempermasalahkan hal itu. Yang terpenting gadis itu sudah ada di depannya.

"Ya udah lah, ayo naik,,," titah Ali, ia tak ingin berlama-lama didepan gerbang yang lumayan panas.

Untuk Sebuah Nama✔ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang