6. Lust and Sorrow

3.7K 386 99
                                    

👻👻👻

.

.

.

.

.


"Maaf, saya nggak bermaksud nyakitin kamu. Tolong tahan sebentar, ini nggak akan lama." bisik Yilay di telinga gue. Gue natap dia serius. Gue kira Yilay bakalan nyium gue. Dia jauhin tubuhnya barang 2 atau 3 jengkal dari gue dan perlahan narik tangan kiri gue.

SLASH!

"AAARRGGHH! KAMU GILA YA?" pekik gue saat Yilay tiba-tiba menyayat telapak tangan kiri gue.

***

Mata gue masih terpejam setelah keterlelapan memakan kesadaran gue semalem. Gue merasakan sakit di sekujur tubuh entah apa artinya. Gue merasa semua kejadian malam itu adalah mimpi. Mimpi buruk bagi gue.

Sekilas kelopak mata gue menerima sebuah cahaya berwarna kemerahan cerah dan kulit gue merasakan panas menyengat. Perlahan gue gerakin mata gue yang masih lengket ini supaya terbuka.

Hal pertama yang gue liat itu adalah lantai kayu yang berwarna kecoklatan dan bau anyir yang membuat gue sedikit mual. Gue yang menyadari sesuatu langsung menggulingkan badan gue yang tertidur miring menjadi terlentang. Gue mengerjab untuk memfokuskan pandangan gue ke langit-langit yang ternyata atapnya ditembus oleh batang pohon hingga tubuh gue sebagian tertimpa sinar matahari.

Pohon?

Apa gue di rumah pohon itu?

Karena penasaran gue langsung menyapu pandangan ke seluruh isi ruangan. Dan bener gue ada di sini.

Gue nggak mimpi!

Seketika gue melihat telapak tangan kiri gue sendiri yang di sayat Yilay dengan sebilah silet kecil di tangannya. Gue bahkan nggak nyangka Yilay bakalan ngelakuin hal itu ke gue. Dia pria brengsek!

Tapi anehnya luka itu nggak berbekas sekarang, cuma bercak darah kering yang menempel di tangan gue.

Apa itu cuma halusinasi gue? Tapi kenapa ada darah juga?

***

Jadi waktu itu setelah Yilay melukai gue dia cuma diem sambil mandangin tangan gue yang udah bercucuran darah. Gue yang merintih-rintih kesakitan ini cuma memukul-mukul tubuh Yilay yang ada di depan gue.

"Ngapain sih kamu berbuat kayak gini sama aku?" protes gue frustasi. Gue udah nggak tau mau gimana lagi. Dengan adanya gue kehilangan banyak darah, tubuh gue juga perlahan lemas.

PLAK!

Dengan tenaga yang tersisa gue nampar Yilay dengan keras, namun Yilay malah semakin menekan tangan gue hingga yang terasa sakit jadi tambah sakit.

"Akhh... Lepas! Sakit, lepasin!" pinta gue berusaha buat melepaskan diri. Bagaimana gue nggak menderita? Gue kesakitan dari tadi dengan keadaan sadar. Parahnya lagi gue nggak bisa teriak minta tolong di tempat sesepi ini. Bagus banget sih Yilay nyari tempatnya?

Gue liat mata Yilay masih fokus menatap darah gue, tapi kali ini gue liat sesuatu yang aneh di matanya. Irish mata Yilay sedikit berubah warna menjadi kemerahan, warna merah gelap seperti warna darah.

Gue masih mendesak Yilay buat ngelepasin gue? Dan gue semakin yakin kalau Yilay itu seorang pria psikopat yang tega melukai orang lain, bahkan setelah ia menyatakan ingin menikah.

MY HUSBAND IS A VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang