👻👻👻
.
.
.
.
.
"Tapi aku pengen punya anak mas."
Gue nangis di hadapan suami gue kayak waktu gue kepergok biasanya. Emosi gue cuma bisa keluar saat-saat seperti ini. Biasanya gue akan pendam keluh kesah gue untuk hal yang satu ini.
"Mas.. Mas janji buat aku bahagia?"
Hiks!
Mas Yilay yang tadi melototin gue merubah tatapannya jadi lembut. Kayaknya dia sadar dengan sindiran gue barusan.
"Maaf, bukan Mas yang bermaksud untuk buat kamu nggak bahagia." dia meraih sebelah tangan gue buat dia genggam.
"Iya, tapi kenapa Mas selalu bilang aku nggak bisa hamil? Emangnya Mas tau sesuatu tentang aku? Mas tau riwayat kesehatan aku jadi mas gampang banget bilang kayak gitu?"
"Alice!"
"Udah, Mas jangan buat alasan konyol dan nggak masuk akal lagi. Aku capek Mas dengerinnya!" gue tepis tangan suami gue dan ninggalin dia di pintu kamar mandi. Gue harap dia sadar dengan apa yang udah dia perbuat.
Gue masuk ke kamar sambil banting pintu dan biarin pintu itu setengah terbuka karena memantul dengan keras. Gue jatuhin tubuh gue ke kasur dan bungkus diri gue sendiri dengan selimut tebal. Gue gulung sampe cuma kepala gue aja yang keliatan dan gue nangis di sana.
Mungkin gue terlalu baper dan membuat kehidupan rumah tangga gue seperti drama opera sabun. Tapi gue nggak perduli. Sebagai seorang wanita gue tahu kodratnya adalah hamil dan melahirkan. Dan gue pengen hal itu terjadi di diri gue.
Gue bahkan udah periksa ke dokter tanpa sepengetahuan Yilay, dan hasilnya gue baik-baik saja. Gue nggak punya kelainan atau penyakit apapun yang menghambat gue buat punya anak.
Di tengah isak tangis gue, gue ngerasain seseorang masuk ke kamar dan ranjang gue mulai bergoyang. Udah seharusnya Yilay ngerajuk gue.
"Sayang!" dia ngelus kepala gue dari belakang. Gue menggeleng buat nyingkirin sentuhannya. Gue masih kesel. Kesel sama dia juga kesel sama diri sendiri. Bukannya pergi dia malah peluk gue dari belakang. Tangannya di taruh di antara pinggang dan perut gue.
Cup!
Gue mendesah waktu Yilay mencoba buat nyium puncak kepala gue.
"Maaf, bukan Mas yang bermaksud buat kamu nggak bahagia. Emang kamu nggak akan hamil."
"Bla.. Bla.. Bla..." gue nutup telinga sambil meracau nggak jelas biar gue nggak denger omongannya Mas Yilay. Gue bosen dengernya.
"Tsk, ALICE!" bentaknya sekaligus melepas tangan buat nutipin telinga gue.
"Kenapa sih Mas? Ngomong yang jujur kan bisa? Ngapain mas bulet-bulet di tempat itu? Setidaknya Mas buat alasan yang bisa aku terima dengan nalar. Nggak cuma kalimat absurb itu terus!" ceplos gue yang sedari tadi gue tahan. Gue nggak bisa diginiin terus sama suami gue.
"Jangan bilang Mas itu seorang vampir? Aku bosen Mas dengernya. Ini udah 2018 dan mas masih bicarain vampir. Mereka udah punah dan sekarang cuma hidup di film-film."
"Shh.. Semisal bener, Bella Swan aja bisa hamil trus punya anak. Kok aku nggak!"
Napas gue terengah-engah setelah semua yang ada di uneg-uneg gue keluar. Gue bahkan mengatakan itu sambil masih sesenggukkan. Air mata gue juga mengalir dengan derasnya. Mengabaikan suami gue, gue kembali meringkuk di gulungan selimut gue. Dia bahkan nggak menanggapi apapun keluh kesah gue yang menggebu-gebu gue ungkapin. Dia hanya mendesah lalu melepas pelukkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND IS A VAMPIRE
FanfictionSuami gue bilang dia adalah vampir. Dia bahkan mengaku bahwa telah membunuh nenek. Pria itu juga bilang kalau gue adalah pasangannya yang telah ditakdirkan. Tapi gue nggak bisa percaya begitu saja. Gimana gue bisa percaya, jika dia tiap hari kalunga...