👻👻👻
.
.
.
.
.
Alice's side...
"Kita pisah aja, Mas!" dan gue bergegas menyela tempat ia berdiri dengan menarik koper gue. Namun Mas Yilay mencegat di depan gue.
"Kamu ngomong apa sih?" ucapnya.
"Aku nggak bisa bertahan kayak gini terus sama kamu Mas. Please, aku butuh sendiri." ucap gue pencak-pencak. Dengan sikap Mas Yilay kayak gini membuat keputusan gue bimbang.
"Kamu habis keluar dari rumah sakit, Alice!" balasnya yang masih bersikukuh menahan gue.
"Aku nggak perduli, Mas. Minggir!" gue mendorongnya ke samping sampai gue bisa melewati pintu keluar kamar gue.
Dan begitu keluar, gue melihat Kak Irene yang mematung di sana. Sepertinya dia menguping pembicaraan kami, atau mungkin nggak sengaja dengar karena suara kami yang keras.
Ia melihat gue dari ujung kepala sampai ujung kaki dan menunjuk koper yang gue bawa. "Lo serius mau pergi?" tanyanya.
Gue mendengus dan memilih untuk mengabaikannya saja. Toh mereka bisa baca apa yang aku perbuat dan pikirkan. Kenapa gue harus repot-repot jawab juga?
Konyol!
Walaupun akhirnya mereka mungkin bisa menemukan gue, setidaknya gue punya waktu sendiri untuk beberapa saat. Gue juga kesel liat wajah Mas Yilay sekarang.
***
Gue berjalan di gang komplek yang memang selalu lengang untuk di lewati. Apalagi ini masih pagi. Semua orang pasti sudah berangkat kerja dan anak-anak mulai pelajaran di sekolah. Nggak kayak gue yang pengangguran kayak gini. Apa gue harus cari kerja lagi?
Perlahan jalan gue melambat. Perut gue rasanya seperti diiris-iris dengan pisau. Sakit.
"Arghh!" tapi gue tahan sambil memeganginya.
Gue kuat!
Gue harus kuat!
"Sabar ya sayang! Kita bentar lagi sampai di taksi depan kok." ucap gue bermonolog, bernegoisasi dengan janin yang ada di dalam tubuh gue.
Gue tahu dia menderita di dalam sana. Setidaknya masih ada gue yang melindunginya.
"ALICE!"
Gue mendesah mendengar suara manis itu lagi. Please Mas, jangan bikin gue sakit lagi dan membuat gue enggan buat ninggalin kamu Mas.
"Mas anterin kamu ya?" ucapnya berjalan bersandingan dengan gue.
Gue cuma diem dan mengalihkan perhatian gue pada jalanan.
"Jangan pergi gitu aja Alice! Mas khawatir sama kamu. Mas sayang kamu. Ya?"
"Mas cuma sayang sama aku, tapi nggak sayang dengan bayi kita." sahut gue sengak. Gue belum bisa meredam rasa kesal gue terhadap kelakuan Mas Yilay.
"Bukan gitu Alice,-"
"Mas jahat,-"
"Mas minta maaf!" ucapnya hampir bersamaan dengan gue.
Gue menghentikan langkah kaki gue yang diikuti juga dengan Mas Yilay. Kami sama-sama terdiam.
"Jangan ngikutin aku lagi Mas! Biarin aku sendiri. Permintaan maaf Mas pun nggak ada gunanya sekarang. Sebaiknya Mas merefleksikan diri Mas sendiri sebelum menemui aku lagi,-"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND IS A VAMPIRE
FanfictionSuami gue bilang dia adalah vampir. Dia bahkan mengaku bahwa telah membunuh nenek. Pria itu juga bilang kalau gue adalah pasangannya yang telah ditakdirkan. Tapi gue nggak bisa percaya begitu saja. Gimana gue bisa percaya, jika dia tiap hari kalunga...