👻👻👻
.
.
.
.
.
.
Author's side...
Suasana tegang menyelimuti keluarga kecil Yilay. Bersamaan dengan itu terlihat tingkah tak biasa kakaknya Irene yang tiba-tiba memberikan perhatian pada Sean.
Padahal sebelumnya mereka tampak tidak dekat dan Irene lah yang selalu tidak acuh pada tunangannya Sean itu. Mengingat pernyataan Irene sendiri yang mengaku dia tidak menyukai Sean dan menolak pertunangannya dengannya.
Namun apa yang dilakukannya sekarang?
Bahkan Irene dengan tangan kosongnya membantu Sean bangun. Ia juga bahkan tidak perduli dengan luka yang penuh dengan bercak darah itu akibat kejadian yang belum jelas bagaimana terjadinya.
Sedangkan Alice masih menangis terisak-isak di depan suaminya yang tak jauh atau bahkan lebih banyak terluka daripada Sean.
"Bilang Mas! Kenapa Mas berantem sama Sean? Kalian kenapa? Padahal aku cuma pergi sebentar, kenapa malah jadi kayak gini?" serbu Alice di depan suaminya. Ia terus mencerca pertanyaan yang sama kepada Yilay karena pria vampir itu tidak segera menjawabnya.
Luka yang terlanjur menganga itu Yilay biarkan tanpa menampakkan ekpresi kesakitan sama sekali. Alice khawatir, terjadi sesuatu yang sangat fatal terhadap suaminya sebelum ia datang tadi.
"MAS!" pekik Alice terakhir kalinya sebelum Yilay akhirnya mengalihkan perhatian pada istri tercintanya itu. Ia terlihat memijat keningnya lalu dengan nada yang dalam dia bilang, "Kamu pergi sana ke kamar! Nanti Mas jelasin."
Yilay mendorong paksa Alice agar masuk ke dalam kamarnya. Namun Alice bukanlah istri yang selalu penurut, ia mengecoh suaminya dan berjalan menuju kotak obat tak jauh dari dinding menuju dapur.
"Mas harus diobati dulu!" ucap Alice datang kembali dengan sekotak alat medis di tangannya. Ia menarik tubuh suaminya paksa untuk duduk di kursi dapur.
"Mas tunggu sini! Aku berikan separuh obatnya ke Kak Irene buat ngobatin Sean juga."
Belum Alice pergi, Yilay sudah mencekal lengan istrinya. Katanya, "Nggak usah. Kamu berlebihan untuk luka seorang vampir. Dia bisa sembuh sendiri."
Lagi-lagi wanita chubby itu menolak, "Aku tahu Mas. Tapi tetep aja sebagai perasaan seorang wanita, luka itu nggak akan sembuh tanpa sentuhan apapun. Anggep aja obat ini cuma sarana. Aku nggak tega liat kalian kayak gini."
Mengakhiri nada sendunya, Alice memaksakan diri untuk pergi ke tempat Irene menolong Sean tadi.
Sambil menghindari puing-puing perabot yang bercecer di lantai, Alice menemui mereka. Tepat di sudut ruangan, di lantai mereka duduk.
Apa mereka tidak berniat duduk di sofa atau kamar yang mungkin nyaman?
Mereka justru berhimpun di lantai yang keras dan dingin itu. Alice menyeka sisa air matanya lalu berdiri tepat di belakang tubuh kakak iparnya, Irene.
"Ini ada obat dan kapas buat ngobatin Sean, Kak!" ucap Alice menyodorkan kedua benda itu di samping pipi kanan Irene.
Irene memandangi tangan Alice lalu mendongakkan wajahnya. Niat baik Alice tak setenang suasana hatinya. Irene tahu batin Alice sedang kacau, maka ia pun hanya menerima pemberian itu tanpa sepatah kata pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY HUSBAND IS A VAMPIRE
FanfictionSuami gue bilang dia adalah vampir. Dia bahkan mengaku bahwa telah membunuh nenek. Pria itu juga bilang kalau gue adalah pasangannya yang telah ditakdirkan. Tapi gue nggak bisa percaya begitu saja. Gimana gue bisa percaya, jika dia tiap hari kalunga...