25. It Hurt

2.1K 217 138
                                    

👻👻👻

Yang belum baca part 24 dan yang pengin baca boleh komen. Nnti aku publish lagi...

.

.

.

.

Dalam pelukan Mas Yilay, gue digendong entah nanti menuju kemana. Gue sempet denger Kak Irene ngotot ke Mas Yilay untuk bawa gue ke suatu tempat yang ia yakini bisa membantu masalah gue. Mereka hanya saling memberi kode yang nggak gue mengerti. Apa dia dokter, dukun, atau tukang pelet, gue nggak ngerti. Intinya, gue hanya denger orang itu bisa membantu kami.

"Mas, ini gimana?" rengek gue mencengkeram kemeja Mas Yilay. Gue masih kebingungan setengah menahan nyeri. Karena mungkin gue digendong, jadi sakitnya tidak terlalu terasa seperti waktu berdiri tadi.

"Tahan sebentar ya sayang?" ucapnya khawatir. Dia terus-terusan mengintruksi Kak Irene untuk mengenakan gue jaket yang bahkan gue nggak bisa bergerak. Tubuh gue geser sedikit aja, rasa nyeri itu timbul kembali. Alhasil jaket itu hanya disampirkan di dada gue hingga menutupi separuh tubuh gue sampai pangkal perut.

"Sean, kalau lo nggak niat bantu nggak usah ikut!" nadanya masih terdengar kesal.

Gue dari tadi sempet denger beberapa kali Kak Irene marahin O'Sean. Gue nggak ngerti kenapa mereka bisa bertengkar kayak gitu? Bahkan ketika Kak Irene mendorong O'Sean menjauh dari gue, gue udah merasakan situasi yang aneh.

"Udahlah Kak biarin aja! Kondisi Alice lebih penting." Mas Yilay menyahut saking kesalnya dengan sikap mereka.

"Oke-oke, yuk! Nanti gue ceritain!-"

"Dan lo, jangan terlalu deket-deket gue!" tuding Kak Irene ke dada O'Sean dengan sengitnya. Dan kami pun akhirnya pergi.

Tanpa kendaraan dan tanpa menghabiskan banyak waktu, seketika mata gue berkedip perspektif gue dengan rumah tiba-tiba berubah.

Jalanan sepi, lampu remang-remang dan sesekali angin malam yang dingin menembus kulit gue. Kini kami berdiri di depan sebuah pintu entah milik siapa? Tapi rasa-rasanya gue pernah ke sini. Apa karena terlalu malam, gue jadi tidak terlalu mengenali tempat ini?

Tok.. Tok.. Tok...

"Apa dia tidur? Hah, dasar anjing!" umpat Kak Irene karena pintunya tidak segera dibukakan.

Menunggu Kak Irene menggedor pintu, gue sedari tadi memperhatikan raut wajah Mas Yilay yang nggak berubah semenjak dari rumah tadi. "Mas nggak capek? Turunin aku sebentar boleh kok Mas??" gue ngerasa nggak enak dari tadi Mas Yilay gendong gue terus-terusan. Gue sadar, gue berat. Tapi..

"Enggak. Mas kuat kok. Kamu tenang aja." tolak Mas Yilay tanpa berpikir lama.

"HUSKYYYY!" tubuh gue terjingkat mendengar Kak Irene tiba-tiba berteriak di depan rumah ini. Tapi tak lama gue mendengar suara gemuruh dari dalam. Kayaknya ide teriak Kak Irene berhasil.

Krling!

"Iya.. Iya.. Ada apa?"

Posisi tubuh Mas Yilay yang membelakangi mereka membuat gue hanya mendengar sebuah suara sahutan saja.

"Yilay?" dan gue kenal suara siapa orang ini.

Perlahan Mas Yilay membalikkan badannya dan tampaklah jelas wajah bantal kusut milik sang penghuni rumah ini. Mata sipitnya hampir saja hilang jika dia tidak membelalak seperti itu karena kaget melihat gue.

MY HUSBAND IS A VAMPIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang